Untung apa Buntung? Mahasiswa Universitas Andalas Kritik Kebijakan Angkatan Militer Boleh Masuk Dunia Sipil

Artikel berjudul "Kebijakan Baru Angkatan Militer Diperbolehkan Memasuki Dunia Sipil, Menguntungkan atau Malah Menjerumuskan?" ini ditulis oleh Muhammad Fajri, mahasiswa Ilmu Politik, Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat.--in
Artikel berjudul "Kebijakan Baru Angkatan Militer Diperbolehkan Memasuki Dunia Sipil, Menguntungkan atau Malah Menjerumuskan?" ini ditulis oleh Muhammad Fajri, mahasiswa Ilmu Politik, Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat.
KORANPALPRES.COM - Dalam beberapa waktu terakhir, muncul wacana dan kebijakan baru yang memperbolehkan prajurit aktif TNI untuk terlibat lebih jauh dalam dunia sipil—baik dalam posisi birokrasi, pemerintahan, hingga jabatan strategis sipil lainnya.
Kebijakan ini memicu perdebatan luas, tidak hanya dari segi efisiensi pemerintahan, tetapi juga menyangkut akar sistem hukum dan konstitusi Indonesia yang telah dibangun pasca-reformasi.
Apakah kebijakan ini menjadi jalan keluar untuk memperkuat pemerintahan?
Atau justru menjadi ancaman nyata bagi demokrasi dan supremasi hukum?
Undang-Undang Dasar 1945 secara eksplisit menempatkan Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebagai alat negara yang bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan serta kedaulatan negara (Pasal 30 ayat 3 UUD 1945).
TNI bersifat profesional, tidak berpolitik praktis, dan tunduk pada kekuasaan sipil dalam sistem demokrasi.
Dalam konteks reformasi pasca-1998, militer telah diposisikan untuk kembali ke barak dan membatasi keterlibatannya dalam urusan sipil dan politik.
BACA JUGA:Mahasiswa Universitas Andalas Sentil Praktik Pendidikan Politik, Suatu Narasi atau Sebuah Urgensi?
BACA JUGA:Mahasiswa Universitas Andalas Kritik Realisasi Dana KUR: Dari Rakyat, Oleh Negara, Untuk Oknum?
Penarikan dwifungsi ABRI adalah simbol kuat dari pemisahan yang jelas antara domain militer dan sipil demi menjaga keseimbangan demokrasi serta menghindari dominasi satu sektor atas sektor lainnya.
Reformasi tersebut merupakan titik balik penting dalam perjalanan demokrasi Indonesia.