Ruang Hidup Kedua Banyak Orang, Mahasiswa Universitas Andalas Bedah Fenomena Hukum TikTok

Artikel berjudul "Fenomena Hukum TikTok: Ketika Hukum Tertinggal dari Perkembangan Media Sosial" ini ditulis oleh Anugerah Raja Lintang, mahasiswa FISIP, Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat.--internet
Artikel berjudul "Fenomena Hukum TikTok: Ketika Hukum Tertinggal dari Perkembangan Media Sosial" ini ditulis oleh Anugerah Raja Lintang, mahasiswa FISIP, Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat.
KORANPALPRES.COM - Di era digital seperti sekarang ini, media sosial bukan sekadar ruang untuk berbagi informasi, tetapi sudah menjelma menjadi ruang hidup kedua bagi banyak orang.
TikTok, sebagai salah satu platform paling populer, telah melahirkan selebritas instan, memengaruhi opini publik, bahkan menggiring arah tren budaya pop.
Namun, di balik euforia itu, muncul satu pertanyaan krusial di mana posisi hukum dalam mengatur ruang maya yang terus berkembang ini?
BACA JUGA:Gegara Konten TikTok, Diduga Sultan Iskandar Lakukan Penganiayaan, ini Kata AKKSI Sumsel
BACA JUGA:Gegara Video di TikTok, Warga Palembang Dikeroyok Oknum Tokoh Terpandang, ini Kronologisnya
Sayangnya, jawabannya sering kali mengecewakan hukum tertinggal jauh di belakang.
Fenomena TikTok menunjukkan bagaimana hukum kerap gagal menyesuaikan diri dengan kecepatan inovasi digital.
Misalnya, konten-konten prank yang membahayakan, penyebaran hoaks, hate speech, hingga eksploitasi anak, banyak beredar di platform ini.
Namun, tidak semuanya ditindak secara tegas oleh aparat penegak hukum.
BACA JUGA:Karena Hal Ini Instagram, Facebook, TikTok, dan Snapchat Protes ke Pemerintah Australia
Padahal, dalam konteks hukum positif Indonesia, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) No. 11 Tahun 2008 jo. UU No. 19 Tahun 2016 sudah secara jelas mengatur soal penyebaran informasi yang merugikan pihak lain.
Seperti tercantum dalam Pasal 27 ayat (3) mengenai pencemaran nama baik dan Pasal 28 ayat (1) tentang berita bohong yang merugikan konsumen.