PR Besar Belum Kunjung Tuntas, ini Kata Mahasiswa Universitas Andalas tentang Konsistensi Hukum Indonesia

Artikel berjudul "Konsistensi Hukum Indonesia: Antara Harapan dan Kenyataan" ditulis oleh Amaliah Firman, mahasiswa Universitas Andalas Sumatera Barat.--freepik
Artikel berjudul "Konsistensi Hukum Indonesia: Antara Harapan dan Kenyataan" ditulis oleh Amaliah Firman, mahasiswa Universitas Andalas dari Departemen Ilmu Politik.
KORANPALPRES.COM - Dalam negara hukum seperti Indonesia, konsistensi adalah kunci.
Ia menjadi fondasi yang memastikan keadilan ditegakkan, kepastian hukum terpelihara, dan kepercayaan publik terjaga.
Namun, dalam praktiknya, konsistensi hukum di Indonesia masih menjadi pekerjaan rumah besar yang belum kunjung tuntas.
BACA JUGA:Hukum di Indonesia Tumpul ke Koruptor, Tajam ke Rakyat Miskin, Apa Benar Hukum Bisa Dibeli?
Kasus-kasus yang mencuat ke publik memperlihatkan bagaimana penerapan hukum kadang berjalan timpang, bahkan bertolak belakang.
Ini bukan hanya soal putusan yang berbeda, tetapi lebih dalam: soal keadilan yang terasa jauh dari cita-citanya.
Wajah Konsistensi Hukum Kita
Perbedaan perlakuan hukum terhadap kasus korupsi adalah contoh paling nyata.
BACA JUGA:Tidak Adilnya Hukum di Indonesia
Mantan Menteri Sosial Juliari Batubara, yang terbukti menerima suap terkait bantuan sosial COVID-19 senilai Rp32,4 miliar, hanya dijatuhi hukuman 12 tahun penjara.
Bandingkan dengan kasus korupsi berskala lebih kecil yang menjerat eks Bupati Probolinggo, Puput Tantriana Sari, yang dihukum 4 tahun penjara.
Perbedaan ini menimbulkan pertanyaan tentang standar apa yang sesungguhnya digunakan dalam menilai berat ringannya hukuman korupsi di negeri ini.