3 Dimensi Hukum Agraria di Indonesia, ini Pendapat Cerdas Mahasiswa Universitas Andalas

Artikel berjudul "Hukum Agraria di Indonesia: Antara Harapan, Konflik, dan Kemanusiaan" ini ditulis oleh Muhammad Shevarrel Al Ghifari, mahasiswa FISIP, Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat. --freepik
Artikel berjudul "Hukum Agraria di Indonesia: Antara Harapan, Konflik, dan Kemanusiaan" ini ditulis oleh Muhammad Shevarrel Al Ghifari, mahasiswa FISIP, Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat.
KORANPALPRES.COM - Tanah bukan sekadar sebidang lahan kosong bagi banyak orang di Indonesia.
Bagi petani dan masyarakat adat, tanah adalah sumber penghidupan, tempat bernaung, dan bagian dari identitas yang melekat dalam kehidupan mereka selama berabad-abad.
Tanah juga menyimpan sejarah, budaya, dan nilai-nilai yang tidak bisa diukur dengan uang.
BACA JUGA:Mahasiswa Universitas Andalas Prihatin, WNI Jadi Korban Jaringan Gelap Perdagangan Ginjal di Kamboja
BACA JUGA:Suara Mahasiswa Universitas Andalas! Korupsi Gerogoti Sistem Peradilan Bikin Hukum Tajam ke Bawah
Namun, ironisnya, hukum agraria yang seharusnya melindungi hak-hak masyarakat atas tanah ini sering kali justru menjadi sumber konflik dan ketidakadilan.
Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 Tahun 1960 dibuat dengan niat mulia: memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia atas tanah yang mereka miliki atau kuasai.
Namun, setelah lebih dari enam dekade, realitas di lapangan menunjukkan bahwa tujuan mulia itu belum sepenuhnya tercapai.
Konflik agraria masih terus mewarnai berbagai daerah di Indonesia, bahkan dalam beberapa kasus, konflik tersebut berujung pada kekerasan dan penderitaan bagi masyarakat yang selama ini menggantungkan hidupnya pada tanah tersebut.
BACA JUGA:Ruang Hidup Kedua Banyak Orang, Mahasiswa Universitas Andalas Bedah Fenomena Hukum TikTok
Kasus Sengketa Tanah Ulayat di Sumatera Barat: Sebuah Gambaran Nyata
Salah satu contoh nyata yang sering muncul adalah konflik tanah ulayat masyarakat adat di Sumatera Barat.
Masyarakat adat di sana telah lama memegang tanah secara turun-temurun, dengan aturan adat yang mengatur siapa yang berhak mengelola dan memanfaatkan tanah tersebut.