Karya Sastra SMB II Lebih Diapresiasi di Negara Jiron, Sejarawan dan Budayawan Prihatin Minimnya Kajian Lokal
Sejarawan Kemas AR Panji (duduk, pakai tanjak) dan budayawan Vebri Al-Lintani (duduk, pakai tanjak) bersama para peserta Diskusi Sastra untuk Komunitas yang merupakan rangkaian Museum Keliling ini digelar Dinas Kebudayaan Kota Palembang, Kamis sore, 20 No--dokumentasi
“Gaya klasik dengan tinta hitam-merah dan ilustrasi sederhana, plus struktur syair 4 baris, membuat karya-karya ini mudah diingat dan disebarkan,” urainya.
Ia mengimbuhkan, secara keseluruhan, kesusastraan era SMB II menunjukkan ledakan kreativitas, keilmuan, dan kesadaran politik masyarakat Palembang.
BACA JUGA:Hadir di Pelataran Museum SMB II, Drama Musikal Legenda Pulau Cinta Hipnotis Ratusan Penonton
Syair, pantun, dan hikayat bukan sekadar seni, melainkan dokumen sejarah yang merekam perlawanan terhadap kolonialisme.
Ditambah tema cinta yang mendalam, moralitas, serta dinamika kekuasaan istana.
"Kesusastraan pada masa SMB II memperlihatkan ledakan kreativitas, keilmuan, dan kesadaran politik masyarakat Palembang," timpalnya.
Panji menekankan bahwa karya-karya ini seperti cermin zaman yang masih relevan untuk diskusi sastra modern.
BACA JUGA:Peneliti Muda Kupas Sejarah Kesultanan Palembang dari Naskah Kuno, SMB IV Beber Fakta Mengejutkan
Lebih jauh ia menyayangkan kalau karya sastra SMB II lebih banyak dikaji, diapresiasi dan dipelajari di luar Palembang dan Sumsel.
“Terutama di beberapa negara tetangga seperti Malaysia,” tukasnya.
Narasumber lainnya, budayawan Vebri Al Lintani menyoroti kurangnya perhatian masyarakat dan kalangan akademisi di Palembang terhadap karya-karya sastra peninggalan SMB II.
Menurut pria berambut gondrong ini, sejumlah karya sastra penting yang diyakini berasal dari SMB II justru lebih banyak diapresiasi peneliti serta lembaga pendidikan luar negeri seperti di Melaka, Malaysia.