Ini Tanggapan Kompolnas Terhadap Simulasi Penanganan Unjuk Rasa Polri
Anggota Kompolnas, Mohammad Choirul Anam, menilai simulasi penanganan unjuk rasa yang dilakukan Polri dalam Apel Kasatwil 2025 sebagai langkah penting dalam membangun tata kelola penanganan massa yang lebih modern.--Bidhumas Polda Sumsel
“Hampir 90 persen unjuk rasa itu sebenarnya ditujukan kepada instansi lain. Polisi hanya memfasilitasi. Karena itu tanggung jawab pelayanan dan perlindungan terhadap unjuk rasa tidak hanya pada Polri, tetapi juga pada instansi yang menjadi tujuan aksi,” jelasnya.
Ia mencontohkan, kalau unjuk rasanya ke wali kota atau bupati, maka wali kota dan bupatinya harus hadir dan kooperatif. Ini akan sangat membantu rekan-rekan kepolisian bekerja dengan maksimal.
BACA JUGA:Resmi Operasi Zebra Musi 2025 Dimulai, Ini Sasaran Polda Sumsel
Anam menyebut bahwa apa yang sedang dirancang Polri baik melalui konsep baru, SOP baru, maupun pendekatan baru merupakan langkah paling maju dalam perspektif perlindungan HAM.
“Apapun itu, semangat untuk membangun tata kelola dengan perspektif yang lebih baik, mengedepankan perlindungan HAM dan pelayanan yang bagus, adalah langkah yang paling maju,” ungkapnya.
Ia juga menekankan filosofi dasar yang menjadi inti penyempurnaan model pelayanan unjuk rasa ini.
“Kami mendapatkan penjelasan bahwa seluruh pendekatan ini untuk perlindungan hak asasi manusia dan merupakan bentuk pelayanan terhadap setiap warga negara yang dijamin oleh konstitusi,” tambahnya.
BACA JUGA:HUT Ke-80 Korps Brimob Polri, Satbrimob Polda Sumsel Gelar Syukuran, Ini Tema Yang Diangkat
BACA JUGA:Polda Sumsel Gelar Penyuluhan, Ternyata Hadirkan Eks Napiter untuk Cegah Radikalisme
Anam berharap desain tata kelola penanganan unjuk rasa yang baru dapat segera dirampungkan dan diterapkan secara luas di berbagai wilayah Indonesia.
“Semoga ke depannya rancang bangun penanganan unjuk rasa ini bisa lebih baik dan bisa segera dipraktikkan di banyak tempat,” pungkasnya.***