Ir. Arfan Abrar, S.Pt., M.Si., Ph.D., IPM. ASEAN.Eng, Dosen Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya (UNSRI), selaku narasumber mengungkapkan maggot adalah larva yang memiliki protein tinggi.
BACA JUGA:PLN Gelar Pelatihan Literasi Digital Bagi Siswa dan Guru SMK Kosgoro Penawartama
Hasilnya dapat diolah menjadi pakan ternak dan pupuk untuk kesuburan tanah serta sebagai budidaya pengolahan sampah organik.
"Pelaksanaan budidaya maggot ini sangat penting. Mengingat sebagian besar masyarakat Desa Segayam beternak ikan dan cendrung membeli pakan ikan berupa pelet. Maggot dapat dijadikan sebagai alternatif pakan yang kaya nutrisi untuk ternak dengan biaya yang relatif lebih murah,’’ ungkap Arfan.
Arfan menuturkan, bahwa jumlah produksi maggot turut dipengaruhi oleh jumlah sampah organik yang tersedia pada setiap siklusnya.
"Periode 1 siklus yaitu per 2 minggu dengan total perbandingannya 5 : 1 dengan rincian 5 kg sampah akan menghasilkan 1 kg Maggot," jelasnya.
Dengan total produksi sampah organik per bulan di Desa Segayam mencapai 400 Kg, maka total Maggot yang dapat dihasilkan adalah 80 Kg per bulan.
Untuk produk turunan maggot berupa pelet maggot, berasal dari penggabungan maggot dengan bahan lainnya. Berupa tepung jagung dan premiks dengan perbandingan 1 : 6.
"Sehingga untuk menghasilkan 7 Kg pelet maggot dibutuhkan 1 Kg maggot ditambah 6 Kg bahan lainnya untuk setiap siklusnya,’’ jelas Arfan.
Melalui kegiatan pembudidayaan maggot ini, warga Desa Segayam turut berperan aktif membantu pelestarian dan peningkatan kualitas lingkungan hidup.
BACA JUGA:Peringati Hari Anak Nasional, Srikandi PLN Luncurkan Program Pengembangan Pendidikan Sahabat Anak
BACA JUGA:Komitmen Transisi Energi, PLN Raih Anugerah Ekonomi Hijau untuk Infrastruktur EBT Ramah Lingkungan
Setiap bulannya sebanyak 400 kg sampah organik di Desa ini dapat dikurangi dan diuraikan oleh maggot tersebut.