Melansir dari senibudayabetawi.com, sejarah Tradisi Rabo-Rabo ini berawal saat orang Portugis hijrah ke Betawi Indonesia.
Orang Portugis yang menjadi tawanan Belanda ini pun akhirnya dibebaskan setelah mendapat desakan dari Gereja Portugis di Batavia.
Namun begitu, pembebasan tawanan ini bukan tanpa syarat. Mereka dibebaskan jika memeluk agama Protestan.
Hingga akhirnya, kelompok Portugis yang awalnya memiliki status mardijekers menjadi De Mardjikers.
BACA JUGA:Lomba Baca Cerpen dan Puisi di Taman Budaya Sriwijaya Bulan Desember Ini, Begini Cara Daftarnya!
Selanjutnya, masyarakat Portugis ini bertani untuk bertahan hidup di Tanah Betawi.
Pada perayaan hari besar agama, terutama Kristen, masyarakat Kampung Tugu Cilincing ini menggelar tradisi Rabo-Rabo.
Tradisi Rabo-Rabo ini awalnya mereka lakukan dengan berkunjung ke gereja paling dekat dengan rumah, selanjutnya baru melakukan beberapa ritual ibadah.
Setelah menyelesaikan ritual ibadah, masyarakat yang menyelenggarakan Tradisi Rabo-Rabo ini berkunjung ke rumah keluarga maupun tetangga.
BACA JUGA:5 Lagu dalam Mini Album Daerah Karya Wanda Lesmana, Nomor 3 Cerita Kesultanan Palembang Darussalam
Nah, meski saat ini sudah mengalami kemajuan yang pesat, Tradisi Rabo-Rabo masih tetap dilestarikan oleh masyarakat di Kampung Tugu, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara ini.