Insersi H ini terjadi karena dalam Bahasa Melayu dan Bahasa Jawa (sebelum Bahasa Indonesia), sudah ada bunyi semacam desis huruf H dalam kata-kata tertentu.
Misalnya untuk kata, Mahu (mau), dan Tahu (di Indonesia tetap Tahu, meski ditemukan juga penutur yang menyebut kata Tau).
Lalu, di Bahasa Jawa, bahkan kata-kata seperti Iwak (ikan), Anak, Udan, dan sebagainya justru ditulis (dalam aksara Jawa) dengan huruf H.
Meskipun terbiasa dengan huruf H itu, penyebutan huruf H adalah sangat tipis. Itulah kenapa disebut sebagai "desis".
BACA JUGA:Ada Pulau Berbentuk Huruf D di Kanada, dan Hal Lain tentang Huruf Keempat Ini
Namun, saat Islam masuk dan aksara hijaiyah juga mulai diperkenalkan. Ada huruf "Ha" yang lebih berat (bukan desis) ketimbang huruf H punya rumpun Melayu.
Lalu ada akulturasi bahasa yang memunculkan kebiasaan baru yakni huruf H yang dibaca berat, bukan tipis seperti desis.
Itulah hasilnya saat ini, ketika penutur Bahasa Indonesia menyebutkan kata Hutan, Hujan, dan sebagainya dengan H yang tebal.
Di KBBI terbaru, kata-kata yang sempat pakai huruf H sekarang dihilangkan lagi. Padahal sebelumnya, kata-kata tersebut tidak didahului huruf H, lalu ditambahkan huruf H, dan sekarang dihilangkan lagi.
Hal itu bikin penutur Bahasa Indonesia susah membiasakan diri menyebutkan kata-kata tersebut dengan tanpa huruf H.
Seperti kata-kata ini; Imbau, bukan himbau. Awalnya dulu memang imbau, lalu menjadi himbau dan sekarang kembali lagi menjadi "imbau".
Demikian juga dengan ingar, bukan "hingar". Bolak-balik ingar ke hingar kembali ke ingar.
Juga beberapa kata lain seperti adang, embus, andal jadi hadang, hembus, handal, sekarang kembali kepada adang, embus, andal.
BACA JUGA:Ada Tas Raksasa dengan Huruf B, Produk Lokal yang Mejeng di New York
Itu adalah beberapa contoh kata yang menghilangkan huruf H yang dulunya sempat ada di depan katanya.