Artikel berjudul Sainstisasi Tradisi Serasan Sekundang: Bagaimana Wujudnya? ini ditulis oleh Dr Mohammad Syawaludin MA, Dosen pascasarjana UIN Raden Fatah Palembang.
KORANPALPRES.COM - Artikel ini tidak untuk menilai atau mendudukan sesuatu dalam dimensi baik atau buruk, tetapi hanya sebuah ekspresi untuk memotret keberlanjutan falsafah lokal.
Sainstisasi tradisi adalah proses mengkaji, mendokumentasikan, dan menganalisis nilai, praktik, dan simbol dalam tradisi budaya secara sistematis menggunakan pendekatan keilmuan—baik dari sudut sosiologi, antropologi, etnografi, ilmu politik, pendidikan, hingga filsafat dan teologi.
Tujuannya adalah agar tradisi tidak hanya hidup secara turun-temurun, tetapi juga dapat yakni dibuktikan kontribusinya terhadap masyarakat modern.
BACA JUGA:Yuk Intip Strategi Bupati Muara Enim Edison Kendalikan Inflasi di Bumi Serasan Sekundang!
Diintegrasikan dalam kebijakan publik, pendidikan, dan pembangunan, dibahas dalam ruang akademik sebagai bagian dari kearifan lokal yang rasional dan kontekstual.
Dalam kehidupan masyarakat Muara Enim, Sumatera Selatan, falsafah Serasan Sekundang merupakan inti nilai yang telah mengakar kuat dalam kesadaran kolektif.
Falsafah ini berasal dari dua kata: serasan yang berarti “sejalan” atau “sehati sepikir”, dan sekundang yang berarti “saudara” atau “kerabat dekat”.
Secara konseptual, Serasan Sekundang adalah ekspresi budaya lokal yang menekankan pentingnya hidup dalam keharmonisan, kebersamaan, dan persaudaraan, serta mencerminkan sistem nilai yang tidak hanya hidup dalam tataran simbolik.
BACA JUGA:Pejabat Kejari Muara Enim Ini Hadiri di Ruang Rapat Serasan Sekundang Pemda Muara Enim, Siapa?
BACA JUGA:Pejabat Kejari Muara Enim Ini Ada di Balai Agung Serasan Sekundang, Acara Apa?
Tetapi juga membentuk pola pikir, perilaku, dan identitas sosial masyarakat Muara Enim.
Bagi masyarakat asli atau pribumi Muara Enim, Serasan Sekundang tidak hanya dipahami sebagai semboyan daerah, melainkan sebagai jati diri dan pegangan hidup yang diwariskan secara turun-temurun.
Makna yang dikandungnya bukan hanya normatif, tetapi juga menyangkut kehormatan keluarga, harga diri komunal, dan kewajiban moral untuk menjaga keseimbangan sosial dalam masyarakat.