Akibatnya, sepsis sangat sulit dibedakan dari gangguan kesehatan lain.
Saat ini, diagnosis sepsis dalam praktik klinis sering mengandalkan "infection/suspected infection + scoring systems (qSOFA/SOFA/NEWS)" atau deteksi biomarker seperti C-reactive protein (CRP).
Meski demikian, metode tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan klinis dalam diagnosis awal sepsis, mengingat sejumlah kendala utama.
PSP, acute-phase reactant, dihasilkan pancreatic acinar cell.
BACA JUGA:Peduli Adik-Adik Pejuang Sembuh, FIFGROUP Salurkan Bantuan ke Rumah Singgah Sahabat Nusantara
Kadar PSP sangat terkait dengan kemunculan dan tingkat keparahan sepsis. Bukti ilmiah yang memadai menunjukkan, PSP memiliki akurasi yang baik sebagai gejala awal sepsis.
Kadar PSP dalam darah menjadi penunjuk penting, tiga hari sebelum diagnosis klinis sepsis.
Kendati dalam situasi inflamasi yang membingungkan, seperti inflamasi steril dan cedera akibat asap yang terhirup pada pasien luka bakar atau respons inflamasi pascatrauma dan pascabedah, PSP secara spesifik mampu mengidentifikasi sepsis terlepas dari faktor-faktor inflamasi lain.
Maka, PSP menjadi penanda awal sepsis yang reliabel.
BACA JUGA:Astra Motor Sumsel Hadirkan Seminar Bisnis di Universitas Sriwijaya
Di sisi lain, tes point-of-care (POC) cepat bagi guna mengukur kadar PSP menawarkan peluang penting bagi pasien yang membutuhkan perawatan intensif.
Dengan memperoleh hasil pemeriksaan yang akurat dan cepat, tes POC membantu dokter menjalankan perawatan dengan segera agar tingkat kelangsungan hidup pasien semakin meningkat.
Fapon berkomitmen mengembangkan penemuan dan penelitian biomarker inovatif agar biomarker tersebut dapat digunakan secara klinis.
Dengan lisensi penggunaan PSP dalam diagnosis sepsis, Fapon meningkatkan potensi aplikasi inovatif dalam diagnosis penyakit menular.
BACA JUGA:LG Umumkan Pemenang Kompetisi Desain Hunian Modern dan Harmoni
PSP telah mendapat pengakuan luas di kalangan dokter dan pasien di Amerika Serikat, Eropa, Australia, Swiss, dan negara-negara lain.