https://palpres.bacakoran.co/

Batas Wilayah Muba-Muratara Dinilai Bertentangan dengan UU, Guru Besar Sebut Putusan MA Berdampak Terjadi Ini

Kolegium Jurist Institute (KJ Institute) kembali menyelenggarakan Kegiatan Diskusi Publik terkait batas wilayah--

BACA JUGA:Sosialisasikan Kebijakan Penataan Ruang, Pj Walikota Ajak Pahami Peraturan Perundang-undangan

“Pertama adanya perubahan titik koordinat 17 sampai dengan 28 dan hilangnya pilar batas utama 01 sampai dengan 10 yang berdampak berkurangnya cakupan wilayah Kab. Musi Banyuasin. Kedua penetapan titik koordinat harus mendapatkan persetujuan. Ketiga usulan perubahan tidak melibatkan pihak terdampak. Keempat penetapan perubahan dilakukan dalam masa demisioner. dan Kelima perubahan berdampak kepada berbagai izin usaha yang telah ada,” jelas Ibnu Sina.

Lebih lanjut mengenai persetujuan titik Koordinat, Ibnu Sina menjelaskan perubahan batas wilayah tidak hanya menimbulkan masalah pemerintahan semata. 

Dampaknya jauh lebih luas dan menghantam tata ekonomi serta tata sosial masyarakat. 

“Dalam dunia hukum, kita mengenal asas In dubio pro lege fori yang mengandung makna bahwa jika hukum dalam suatu perselisihan tidak jelas, maka hukum forum harus diterapkan atau sebuah prinsip yang semakin relevan di tengah kekacauan ini,” jelas Ibnu.

BACA JUGA:Wow! Ternyata RUU Tentang Keimigrasian Telah Disahkan Menjadi Undang-undang, Ini Buktinya

Masih di dalam forum yang sama, hal senada disampaikan oleh Guru Besar Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta, Aidul Fitriciada Azhari.

Ia menilai, adanya adanya potensi pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim (KEPPH) pada perkara Batas Wilayah Daerah Kabupaten Muba dengan Kabupaten Murata, Sumatera Selatan.

Berkaitan dengan aspek kode etik dan pedoman perilaku hakim (KEPPH), Aidul Fitriciada menjelaskan terdapat asas res judicata pro veritate habetur, bahwa putusan hakim dianggap benar selama belum ada putusan lain yang membatalkan. 

“Pertimbangan yuridis dan substansi putusan hakim merupakan kemandirian hakim, sehingga tidak menjadi yurisdiksi dari KEPPH. Prinsip berdisiplin tinggi dan profesionalisme hanya dapat diperiksa oleh MA atau oleh MA dan KY atas usulan KY”, terang Aidul Fitriciada.

BACA JUGA:Catat Aturan Resminya! Khusus PPPK Ajukan Mutasi ke Daerah Lain, Berikut Ini Undang-undangnya

“Terdapat potensi pelanggaran KEPPH pada perkara Batas Wilayah Daerah Kabupaten Muba dengan Kabupaten Murata, Sumatera Selatan, pertama Pertimbangan yuridis dan substansi putusan tidak dapat dijadikan objek pemeriksaan KEPPH, terdapat dua putusan dengan pemohon sama dan pertimbangan sama, tetapi amar putusannya berbeda” lanjut Aidul Fitriciada. 

Lebih lanjut dalam penilainnya Aidul Fitriciada menerangkan bahwa amar Putusan No. 71 P/HUM/2015 menunjukkan ada pelanggaran prinsip berdisiplin tinggi.

“Ini sama menunjukkan ada pelanggaran prinsip berdisiplin tinggi dan prinsip profesionalisme karena seharusnya jika hanya dipertimbangkan secara formil dan tidak mempertimbangkan pokok perkara, maka seharusnya amar putusan adalah tidak diterima,” ungkap Aidul Fitriciada.

Di tempat yang sama, Faisal Santiago selaku Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Borobudur, menyebutkan bahwa amar putusan dari ketiga upaya hukum melalui hak uji materiil terkait perkara batas wilayah tidak ada satupun yang diterima oleh Majelis Hakim dengan berbagai pertimbangan hukum. 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan