Kaji Marga Melaju Lintasan Zaman dalam Seminar, Ini Alasan Pengelola Museum Negeri Sumsel
Kaji Marga Melaju Lintasan Zaman dalam Seminar, Ini Alasan Pengelola Museum Negeri Sumsel--Alhadi/palpres.bacakoran.co
PALEMBANG – Menggelar kajian bertopik “Marga Melaju Lintasan Zaman” dalam sebuah Seminar, Ini Alasan Pengelola Museum Negeri Sumatera Selatan (Sumsel).
Menurut Kepala UPTD Museum Negeri Sumsel H Chandra Amprayadi, ada beberapa hal yang melatarbelakangi terlaksananya Seminar hasil pengkajian koleksi museum yang ia pimpin ini, Rabu (25/10/2023).
Bertempat di Aula Balaputra Dewa Museum Negeri Sumsel, seminar yang dihadiri ratusan peserta dari sejumlah kalangan itu terang Chandra, merupakan program rutin pihaknya yang bertujuan mengkaji kembali hasil dari koleksi museum milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumsel itu.
Adapun peserta yang hadir antara lain berasal dari instansi pemerintah, Polri, TNI, budayawan, sejarawan, dan civitas akademika beberapa perguruan tinggi negeri dan swasta di Kota Palembang.
Chandra mengatakan bahwa kajian ini sangat penting untuk meningkatkan pengetahuan tentang keberadaan marga di Sumsel ini.
Adapun beberapa koleksi Museum Negeri Sumsel yang berkaitan langsung dengan keberadaan marga di Bumi Sriwijaya ini, Chandra merinci, antara lain Pedati milik Pangeran A Wancik, Depati Kedaton di Peninjauan, Ogan Komering Ulu (OKU).
Kemudian beberapa hibah beberapa benda bersejarah milik Pangeran Krama Jaya dari Ogan Komering Ilir (OKI) dan milik Pangeran Kunto dari Pemulutan, Ogan Ilir (OI).
“Bahkan kami membuat satu ruangan khusus untuk memamerkan sejumlah barang bersejarah milik keturunan Pangeran A Wancik dan masyarakat Kedaton, serta keluarga Pangeran Krama Jaya,” tutur Chandra.
BACA JUGA:Mental dan Fisik Calon Prajurit TNI AD Ini Digembleng di Rindam II Sriwijaya
Dia juga menceritakan hasil penelusurannya ke sejumlah daerah di Sumsel untuk mengetahui dari dekat bagaimana jejak-jejak marga ini.
"Sebenarnya dalam catatan sejarah, marga ini tidak digunakan pada saat Kesultanan Palembang, namun baru digunakan sekitar tahun 1860-an oleh Penjajah Belanda," ungkap Chandra.
Menurut sejarah pula sambung Chandra, sistem marga ini awalnya digunakan oleh pihak Belanda untuk memecah belah masyarakat terutama di Sumsel untuk kepentingan politik dan pemerintahan.
"Marga ini digunakan sebagai alat Belanda untuk mengatur masyarakat pribumi, agar dapat dipecah belah dan mudah untuk dikendalikan," tuturnya.