PALEMBANG, KORANPALPRES.COM – Peristiwa Nuzululquran merupakan peristiwa agung pada bulan Ramadan.
Itulah awal mula ayat Alquran diperkenalkan pertama kali kepada Nabi Muhammad yang mulia.
Selama 23 tahun masa kenabian, ayat Alquran turun secara bertahap.
Sebagaimana disadur dari laman Muhammadiyah.or.id pada masa Nabi dahulu, Alquran belum berbentuk kitab yang disusun (mushaf) melainkan Alquran dihafal dengan hati.
BACA JUGA:Alquran Diturunkan pada Malam Nuzululquran atau Malam Lailatul Qadr? Begini Penjelasannya
Ujar Nabi Saw seperti disebutkan dalam sebuah hadis: “Ambillah Alquran dari empat orang: Abdullah Ibnu Mas’ud, Salim, Muaz Ibnu Jabal dan Ubayy Ibnu Ka’ab. (HR. Al-Bukhari).
Meskipun hanya empat sahabat yang disebutkan dalam hadis tersebut, namun sebetulnya masih sangat banyak lagi penghafal Alquran lainnya, seperti Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abu Darda’, Abu Musa Al-Ash’ari dan Ummu Waraqah serta banyak nama lainnya.
Bahkan ketika tulisan belum menjadi media utama transmisi ilmu pengetahuan, Nabi Saw sudah menugaskan sahabat-sahabat yang lebih muda sebagai juru tulis seperti Zayd Ibn Tsabit.
Mereka diminta untuk menulis ayat atau surah Alquran dengan bahan apa pun yang mereka miliki.
BACA JUGA:Turunnya Alquran pada Bulan Ramadan Tidak Hanya Diimani Tetapi Menghasilkan Kebermanfaatan
Ketika Rasulullah wafat, para sahabat akhirnya menjadi rujukan utama dalam ilmu Alquran.
Kemudian ketika banyak penghapal Alquran gugur dalam peperangan Yamamah, yang juga dikenal sebagai Huffaz, menjadi martir dalam pertempuran kekhawatiran timbul akan hilangnya penghapal Alquran.
Umar bin Al-Khattab pun kemudian mengusulkan gagasan mengumpulkan dan mendokumentasikan Al-Quran menjadi satu salinan.
Hal itu akan dipergunakan untuk referensi di masa mendatang.
BACA JUGA: Tradisi Tadarusan pada Bulan Ramadan Harus Dilakukan, Sebab Ramadan adalah Bulan Alquran
Meskipun Abu Bakar selaku Khalifah saat itu awalnya enggan, namun akhirnya menyetujui gagasan tersebut dan menugaskan Zayd Ibn Tsabit sebagai penulis utama untuk mengawasi tim dan menjalankan tugas penting ini.
Lalu Alquran pertama yang dikompilasi diterbitkan dan tetap berada di tangan Abu Bakar sampai wafatnya.
Kemudian kumpulan mushaf itu diwariskan kepada Umar Ibn Al-Khattab sebagai khalifah kedua, dan kemudian kepada putrinya Hafsah menjelang akhir hidupnya.
Lalu pada masa Utsman bin Affan sebagai Khalifah ketiga, di mana umat Islam mulai tumbuh dengan kecepatan eksponensial kedua ia mengumpulkan Alquran.
Banyak di antara para mualaf itu yang baru mengenal Islam.
Hal ini membuat terjadinya ‘gaya’ pembacaan Alquran yang tidak terorganisir dan beragam.
Lalu ada tim lain yang menjalankan tugas dipimpin oleh Zayd Ibn Tsabit.
Ia diperintahkan khalifah Utsman untuk mencegah kebingungan dan untuk membakukan gaya pengajian yang dipandu oleh dialek Quraisy yang menjadi dasar diturunkannya Alquran.
Gaya dan aksara standar ini disebut Rasm Utsmaniyy (Aksara Utsmani), versi yang kita gunakan saat ini.
Khalifah Utsman ra kemudian memastikan bahwa salinannya dibuat dalam beberapa eksemplar untuk dikirim ke kota-kota besar pada saat itu. Sedangkan bahan tertulis lainnya dibakar.
Patut juga diketahui bahwa meskipun Alquran dikumpulkan jauh setelah wafatnya Nabi, beliau Rasulullah Saw telah menyebutkan urutan khusus surat dan ayat Alquran semasa hidupnya ketika ayat-ayat tersebut diturunkan.
Dengan demikian berarti bahwa setiap kata dan perintah dalam Alquran adalah kata demi kata (tawqifi). Hal tersebut disepakati para sahabat dengan mengecek ulang catatan dan hapalan Alquran masing-masing.
Para sahabat itulah yang membuat umat Islam dapat membaca dan belajar Alquran dengan lebih mudah.
BACA JUGA:Ketua Umum TP PKK Boyong Rombongan ke Bayt Alquran Al-Akbar Palembang, Ternyata Ini Motifnya!
Kaum muslimin di seluruh dunia terus berusaha dan menghafal Alquran sampai saat ini.
Umat Islam menjadikannya sebagai kewajiban bersama. Upaya dan keberhasilan besar ini juga dapat dilihat sebagai bagian dari cara Allah menjaga Alquran hingga akhir zaman: “Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Peringatan (Alquran), dan Sesungguhnya Kamilah yang memeliharanya.” (QS. Al-Hijr: 9).
Ramadan ini bisa menjadi awal yang baik untuk membuka dan mendalami kitab ajaib tersebut.
Jika kita sudah belajar mengaji, Ramadan adalah kesempatan untuk memperbanyak hafalan Alquran.
Mari jadikan Ramadan ini untuk menjadi bagian dari upaya bersama melestarikan Alquran dengan belajar cara mengaji dan menginternalisasikan makna-maknanya.
Lalu kita wujudkan nilai-nilai Alquran dalam kehidupan kita sehari-hari.*