Namun, suatu hari ketika air pasang datang, rambut yang tadi ia ikat terbawa oleh aliran sungai dan sampai ke lokasi rombongan yang telah mendirikan pemukiman di Desa Burai.
Masyarakat yang melihat rambut tersebut terurai di sungai mulai percaya bahwa rambut yang terbawa oleh aliran sungai itu adalah rambut pemimpin mereka yang sedang berjaga di ujung desa.
Masyarakat yang sedang mengambil wudhu di sungai saat subuh melihat rambut tersebut terburai di aliran sungai.
BACA JUGA:Anda Wajib Tahu! Tugu Rimau Merupakan Kawasan Wisata Buatan Tertinggi di Sumsel
Dari sana, masyarakat mulai menyebut desa ini dengan nama "Burai," yang berasal dari rambut yang terurai tersebut.
Nah, hingga saat ini makam Aulia Umuluddin masih ada dan sering dijadikan tempat ziarah oleh masyarakat setempat.
Penduduk Desa Burai memiliki beragam profesi, seperti nelayan, petani, tukang kayu, tukang batu, dan bahkan mengembangkan berbagai Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Seperti tenun songket, kerajinan purun, dan berbagai produk kerajinan tangan seperti wadah tisu, tas, topi, sandal, dan lainnya.
BACA JUGA:6 Rekomendasi Wisata Di Ogan Ilir Yang Wajib Kamu Kunjungi, Nomor 5 Dapat Menyejukkan Mata
Namun, perubahan terbaru telah memberikan desa ini nafas baru.
Desa Burai telah bertransformasi menjadi sebuah kampung yang penuh warna-warni yang memikat, dikenal sebagai Burai Ekowisata atau Bueko.
Hal inilah yang membuat desa ini semakin populer sebagai desa destinasi wisata yang menarik.
Menurut sumber-sumber yang dapat dipertanggung jawabkan, Desa Burai telah ada sejak zaman Kerajaan Sriwijaya.
BACA JUGA:Terbang Ke 50 Destinasi Wisata Cukup Melalui Kertajati Majalengka dengan SUPER AIR JET
Ini pula dibuktikan dengan lokasinya di sepanjang bantaran sungai Kelekar yang bermuara ke Sungai Musi.
Pada masa itu, seluruh aktivitas masyarakat bergantung pada perairan sebagai sarana transportasi utama.