PALEMBANG, KORANPALPRES.COM – Provinsi Maluku Utara resmi terbentuk pada tanggal 4 Oktober 1999, melalui UU RI Nomor 46 Tahun 1999 dan UU RI Nomor 6 Tahun 2003.
Maluku Utara sebelum resmi menjadi sebuah provinsi, adalah Kabupaten Maluku Utara yang menjadi bagian dari Provinsi Maluku.
Saat berdiri awalnya, Provinsi Maluku Utara beribukota di Ternate yang berlokasi di kaki Gunung Gamalama, selama 11 tahun.
Barulah pada 4 Agustus 2010, setelah 11 tahun masa transisi dan persiapan infrastruktur, ibukota Provinsi Maluku Utara dipindahkan ke Kota Sofifi di Pulau Halmahera yang merupakan pulau terbesarnya.
BACA JUGA:Suku-suku di Provinsi Maluku: Tersebar dari Ambon sampai Kepulauan Kei dan Tanimbar
Provinsi ini juga sering disebut Moloku Kie Raha atau Kesultanan Empat Gunung di Maluku.
Sebab awalnya dulu daerah ini merupakan wilayah 4 kerajaan besar Islam Timur Nusantara, terdiri dari: Kesultanan Bacan, Kesultanan Jailolo, Kesultanan Tidore, dan Kesultanan Ternate.
Ada beragam suku yang mendiami wilayah Maluku Utara, yaitu Suku Madole,Suku Pagu, Suku Ternate, Suku Makian Barat, Suku Kao, Suku Tidore, Suku Buli, Suku Patani, Suku Maba, Suku Sawai, Suku Weda, Suku Gane, Suku Makian Timur, Suku Kayoa, Suku Bacan, Suku Sula, Suku Ange, Suku Siboyo, Suku Kadai, Suku Galela, Suku Tobelo, Suku Loloda, Suku Tobaru, Suku Sahu, Suku Arab, dan Eropa.
Kita akan bahas beberapa suku di antaranya:
BACA JUGA:Suku-suku di Provinsi Papua: Dominan Suku Arfak yang Punya Tari Tumbu Tanah
Suku Tidore
Suku Tidore di Pulau Tidore merupakan ras asli Melanesia.
Masyarakat Suku Tidore sebagian besar bermata pencaharian sebagai nelayan yang biasanya dijual ke Ternate.
Ada juga masyarakat yang bekerja sebagai petani dan berladang.
Karena dulunya merupakan kesultanan, Suku Tidore sebagian besar memeluk agama Islam. Tak heran jika banyak masjid dan surau yang ada di Tidore.
BACA JUGA:Suku-suku di Provinsi Papua Barat Daya: Termasuk Kesatuan Wilayah Adat Domberai
Mereka berkomunikasi sehari – hari dengan bahasa Tidore. Namun, ada juga sebagian kecil yang menggunakan bahasa Ternate.
Suku Tidore memiliki pakaian adat yang bernama manteren lamo yang digunakan oleh sultan, yang terdiri dari celana panjang hitam dengan bis merah memanjang.
Sementara untuk wanita Suku Tidore, pakaian adatnya adalah kimun gia atau kebaya panjang. Pakaian ini digunakan oleh wanita keluarga raja.
Rumah adat Suku Tidore adalah fola sowohi dengan atap dari rumbia, bangunan berbentuk bidang geometris empat persegi panjang dan berlantai tanah.
BACA JUGA:Suku-suku di Provinsi Papua Barat Daya: Termasuk Kesatuan Wilayah Adat Domberai
Suku Ternate
Suku Ternate berdomisili di Pulau Ternate, yang masuk dalam provinsi Maluku Utara. Selain di Pulau Ternate, ada juga yang mendiami Pulau Obi dan Pulau Bacan.
Umumnya orang Ternate beragama Islam.
Pada masa lalu kesultanan merupakan salah satu pusat penyebaran agama Islam di wilayah Indonesia bagian Timur.
Saat ini masyarakat Ternate membutuhkan bantuan penanam modal untuk menggali dan mengelola hasil-hasil kekayaan alam daerah ini yang berlimpah.
BACA JUGA:Suku-suku di Provinsi Papua Tengah, Pernah Punya Mata Uang Mege yang Terbuat dari Kerang
Bidang kehutanan, kelautan dan pertanian merupakan tiga bidang utama bagi orang Ternate.
Selama ini, dari tiga kekuatan utama tersebut, hanya sektor kehutanan yang telah digarap besar-besaran.
Masyarakat Ternate bermata pencaharian sebagai petani dan nelayan.
Suku Tobelo
BACA JUGA:Suku-suku di Provinsi Papua, Punya Kelompok Suku Terbanyak di Indonesia
Suku Tobelo tinggal di semenanjung bagian utara Pulau Halmahera dan di sebagian daratan Pulau Morotai. Beberapa tersebar ke berbagai tempat.
Sebagian besar masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani.
Tidak hanya bertani di ladang, masyarakat juga ada yang menanam hasil hutan seperti damar dan rotan. Serta berkebun kelapa, cengkeh, dan damar.
Ada juga masyarakat yang menjadi nelayan.
BACA JUGA:Suku-suku di Provinsi Papua Pegunungan, Punya Keahlian Mengawetkan Mayat
Mereka menggunakan bahasa Tobelo dalam komunikasi sehari – harinya dengan enam dialek yang digunakan yaitu Boeng, Heleworuru, Dodinga, Danau Paca, Popon, dan Kukumutuk.
Untuk kepercayaan saat ini, Suku Tobelo menganut agama Kristen Protestan, yang dibawa oleh misionaris Amerika.
Suku Togutil
Suku Togutil sebetulnya termasuk juga sebagai Suku Tobelo Dalam.
BACA JUGA:Suku-suku di Provinsi Papua Selatan, Ada Suku Asmat yang Mahir Memahat
Mereka masih hidup di hutan-hutan secara nomaden di sekitar Hutan Totodoku, Tukur-Tukur, Lolobata, Buli, dan Kobekulo.
Hutan tersebut masih termasuk dalam Taman Naisonal Aketajawe-Lolobata, Kabupaten Halmahera Utara, Maluku Utara.
Sebenarnya masyarakat Suku Togutil tidak ingin disebut sebagai orang Togutil. Karena, Togutil memiliki makna konotatif yang artinya “terbelakang”.
Suku Togutil hidup bergantung dengan alam, mulai dari bermukim hingga memenuhi kebutuhan sehari – hari diambil dari alam dengan memukul sagu, berburu babi dan rusa, mencari ikan, serta berkebun.
BACA JUGA:Provinsi Banten Punya Debus dan Suku Baduy serta Fakta Menarik Lainnya
Kebun-kebun Suku Togutil ditanami dengan ketela, ubi jalar, pisang, tebu, dan pepaya dengan cara masih nomaden dan berpindah-pindah.
Dalam jual beli, mereka melakukan barter baranag yaitu dengan mengumpulkan telur megapoda, tanduk rusa, dan damar yang dijual pada orang pesisir.
Suku Sahu
Suku Sahu atau Suku Sau berdomisili di Kota Jailolo, Kabupaten Halmahera Barat, Maluku Utara. Mayoritas Suku Sahu adalah penganut agama Kristen Protestan, sementara sebagian kecilnya beragama Islam.
BACA JUGA:Unik dan Menyehatkan, Ini Makanan Legendaris Khas Suku Asmat
Mata pencaharian utama mereka adalah bertani sawah.
Dalam hal ini, ada acara adat Suku Sahu yang dinamakan “Orom Toma Sasadu”, yang artinya “makan di Sasadu” sebagai ucapan syukur kepada Tuhan atas panen yang mereka dapatkan.
Masyarakan Suku Sahu juga memiliki makanan khas bernama Nasi Jala atau Nasi Kembaryang hampir sama dengan membuat lemang. Beras dibalut dengan daun pisang, kemudian dimasukkan ke dalam bambu ukuran satu meter, lalu dibakar dengan arat atau batok kelapa.
Ada minuman khas bernama Saguer, yang merupakan arak yang ada saat acara adat.
Rumah Adat Sasadu dibangun tanpa menggunakan paku.
Rumah ini dibangun dengan filosofi menghargai kaum perempuan.
Yang disimbolkan dengan adanya dua meja di rumah ini. Satu meja ditempatkan di depan untuk kaum perempuan, yang artinya bahwa kaum perempuan lebih diutamakan.
Meja satunya berada di paling belakang rumah, yaitu meja kaum laki – laki memiliki arti bahwa kaum laki – laki siap melindungi dari belakang.*