Pada 1825, ketika rencana pembuatan benteng di Kampung Kelenteng gagal, bangunan Kraton Kuto Lamo dan sebagian Kraton Kuto Baru dirobohkan.
Di atas reruntuhan tersebut, dibangun bangunan baru untuk Kantor Residen Palembang dan tempat kerja Dewan Palembang.
Setelah pembongkaran Kraton Kuto Lamo, bangunan ini menjadi bagian dari kompleks museum. Bangunan ini mencerminkan gaya Eropa dengan sentuhan arsitektur tropis Hindia, menggabungkan elemen lokal dengan gaya kolonial.
BACA JUGA:Kumpulan Para Saudagar, 5 Daerah Terkaya di Sumatera Selatan, Juaranya Bukan Palembang, Tapi…
2. Gedung Ledeng
Selanjutnya adalah Gedung Ledeng, yang saat ini telah disulap menjadi Kantor Walikota Palembang.
Kompleks Balai Kota Palembang merupakan hasil kemajuan kota tersebut di bawah kepemimpinan Walikota P. E. E. J. Le Cocqd'Armandville sejak 1922.
Pembangunan kompleks ini meliputi kantor wali kota, menara air, dan renovasi Balai Kota Lama, yang mencerminkan perubahan besar dalam infrastruktur kota pada masa itu.
Gedung ini menjadi pusat administrasi yang penting, dengan struktur monumental berbentuk persegi panjang, menara air simetris, dan menggunakan teknologi beton bertulang yang khas pada zamannya.
Penggunaan berbagai bahan seperti beton, bata, batu, kayu, dan baja memperlihatkan pengaruh arsitektur kolonial Belanda.
BACA JUGA:Top 5 Daerah Penghasil Minyak Bumi Terbesar di Indonesia, Sumatera Selatan Nomor Berapa?
3. Rumah Limas
Rumah Limas dibangun dengan perencanaan matang dan penuh dengan pesan moral dan filosofi yang dapat diambil hikmahnya.
Salah satunya, di bagian atap rumah Limas terdapat ornamen menyerupai tanduk kambing dengan jumlah beragam.