Karena kala itu pembebasan lahan menjadi momok di proyek tol terpanjang di Indonesia ini.
Juga masalah minat investor yang tak tertarik dengan proyek ini.
Namun pada masa transisi pemerintahan Presiden SBY ke Presiden Joko Widodo, upaya pembangunan proyek ini kian serius.
Terbit Peraturan Presiden Nomor 100 Tahun 2014 tentang Percepatan Pembangunan Jalan Tol di Sumatera ditandatangi Presiden SBY pada 17 September 2014.
Perpres itu merupakan langkah awal pembangunan jalan tol di Sumatera.
Meliputi empat ruas Jalan Tol Medan - Binjai, Palembang - Simpang Indralaya, Pekanbaru - Dumai, dan ruas tol Bakauheni - Terbanggi Besar.
SBY menyetujui penugasan HK membangun jalan Tol Trans Sumatera.
Peletakan batu pertama pembangunan tol pada awal Oktober 2014, bersamaan dengan ground breaking ruas tol Kuala Namu - Tebing Tinggi.
Namun, pada masa Presiden Jokowi, fase pertama proyek ini justru yang diprioritaskan adalah Bakauheuni - Palembang.
Kejutan pun terjadi.
Selama 2 periode pemerintahan Jokowi, satu per satu ruas Tol Trans Sumatera rampung.
Mengutip dokumen CORE dari PT Hutama Karya (Persero), proyek Tol Trans Sumatera memberikan dampak ekonomi dan sosial.
Misalnya dampak ekonomi adalah adanya peningkatan dalam jumlah pelanggan, tenaga kerja dan produksi, berdampak positif pada kondisi usaha, peningkatan prospek pengembangan usaha.
Sementara itu, dampak sosial yang dihasilkan dari adanya Tol Trans Sumatera adalah penciptaan lapangan kerja selama masa konstruksi sebanyak 4,46 juta orang, membantu meningkatkan akses rumah tangga ke fasilitas publik, dan memberikan dampak positif terhadap penghidupan rumah tangga dengan optimis selanjutnya akan meningkatkan kesejahteraan di masa depan.
Bukan hanya itu, investasi jalan Tol Trans Sumatera berpotensi menambah output di Sumatera sebesar Rp924 triliun.
Lalu terakhir, mega proyek ini membantu mobilisasi dan efisiensi perjalanan.