PALEMBANG, KORANPALPRES.COM – Direktur Mahapatih Dr. Hendra Sudrajat, S.H., M.H menyoroti media sosialisasi KPU Palembang usai debat pertama calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Palembang, Selasa 22 Oktober 2024.
Menurutnya, KPU sebagai penyelenggara pemilu harus mensosialisasikan visi dan misi pasangan calon (paslon) Wali Kota dan Wakil Wali Kota Palembang hingga pada masyarakat paling bawah.
Dengan demikian, saat pencoblosan pada 27 November 2024 nanti, masyarakat datang KPU atas kesadarannya sendiri bukan pengaruh dari paslon tertentu.
“KPU semestinya mensosialsiasikan visi dan misi paslon ke semua kalangan, harus ada segmentasi usia pemilih. Jangan sekedar menggunakan media baliho atau pada saat debat saja, tapi harus ada pendekatan kultural kepada masyarakat,” kritis Masyarakat Hukum Tata Negara dan Peneliti Pemilu ini.
BACA JUGA:Dekati Pemilih Milenial dan Gen Z, KPU Sumsel Punya Trik Asyik dan Tepat Sasaran
BACA JUGA:Oknum PPS Silaberanti Tidak Netral, KPU Kota Palembang Cuek, Tarech Rasyid: Wah Parah ini!
Seperti pada saat debat, sambungnya, KPU tidak harus dilakukan secara structural saja namun bisa dilakukan dengan cara lebih merakyat seperti nobar maupun pesta rakyat.
“Jangan sekedar pertandingan sepak bola saja yang nobar, debat kandidat juga bisa dilakukan seperti itu,” terangnya.
Dengan metode sosialisasi yang lebih kreatif, pihaknya meyakini partisipasi masyarakat untuk memilih kepala daerah lebih terukur dan atas kesadaran pemilih itu sendiri.
“KPU harus memberikan political education kepada masyarakat dan tolak ukur tingkat keberhasilan KPU dilihat dari partisipasi pemilih pada 27 November 2024 nanti,” tegasnya.
BACA JUGA:Ditanya Sering Berkegiatan di Palembang, Ketua KPU Ogan Ilir Masjidah Masih Bungkam
BACA JUGA:Netralitas KPU dan Bawaslu Lahat Diragukan, Berpotensi Picu Konflik Pilkada 2024, Kok Bisa
Debat Kandidat: Paslon Hanya Bicara Normatif
Direktur Dumantara Riset Institute, Dr. Hendra Sudrajat, S.H., M.H menilai, debat kandidat pertama Calon Wali Kota Palembang dan Calon Wakil Wali Kota Palembang bersifat normatif.
Saat debat, para paslon hanya memberikan pernyataan awal dan program yang dipaparkan belum menyentuh aspek substansial yang dibutuhkan masyarakat.
“Debat itu ada unsur pembeda dari program paslon melihat dari problematika yang ada di masyarakat sehingga menghasilkan gagasan produksi terhadap problematika yang terjadi,” tegasnya.