Kalau untuk pengawasan etik dan kinerja dari advokat, memang perlu satu organisasi namun tetap operator atau pelaksananya itu tetap multi bar.
"Ya, bisa diibaratkan Komisi Etik atau sejenisnya, namun tetap di dalam kepengurusan terdiri dari perwakilan setiap organisasi. Tentunya hal tersebut sangat bertentangan dengan UU Advokat tersebut," terangnya.
BACA JUGA:Haramkah Mengucapkan Selamat Natal dalam Islam? Para Ulama Bilang Begini
BACA JUGA:Kerusakan Lingkungan Akibat Kegiatan Pertambangan di Indonesia
Sementara itu, Guru Besar Unila Prof DR Rudi Lukman SH LLM LL pada saat dibincangi mengungkapkan, pada dasarnya kenyataan hukum yang ada saat ini Multi bar.
Yang perlu dipikirkan adalah membuat satu Majelis Dewan Etik untuk membawahi dan mengawasi advokat-advokat yang ada.
Ini juga menjadi momentum dan refleksi dari UU Advokat yang usianya sendiri sudah lebih dari 20 tahun.
"Sudah saatnya kita melihat kenyataan hukum yang ada dan memperbaiki dari UU Advokat sendiri untuk kebaikan advokat itu sendiri," tambahnya.
BACA JUGA:Wakili Kapolda Sumsel, Jenderal Ini Buka Rapat Koordinasi, tentang Apakah Itu?
Karena itu, yang perlu dipikirkan ini tentu membuat majelis etik yang nantinya akan membawahi organisasi advokat yang ada sekaligus jadi refleksi kita bersama. Di sisi lain, usia UU Advokat sudah lebih dari 20 tahun.
Di tempat terpisah, Ketum DPP PP Lawyers Nusantara, Muhammad Aminuddin SH MH mengungkapkan, pihaknya merasa prihatin.
Dengan pernyataan dari Kemenko Kumham Imipas RI terkait menganulir organisasi dari Advokat dan hanya menerapkan Peradi ini sebagai satu organisasi advokat terhadap seluruh advokat.
Pernyataan tersebut sama saja mengebiri keberadaan organisasi advokat yang sudah eksis hingga saat ini.
BACA JUGA:Danrem Gapo Resmikan Besemah di Wilayah Sumsel, Apa Tujuannya?