Benarkah Majapahit Menaklukkan Palembang? Ini Kata Peneliti Sejarah dari Sutan Adil Institute

Reporter: M Iqbal |

Editor: M Iqbal |

Senin , 13 Oct 2025 - 16:13

Benarkah Majapahit Menaklukkan Palembang? Ini Kata Peneliti Sejarah dari Sutan Adil Institute.--

Artikel berjudul "Benarkah Majapahit Menaklukkan Palembang? Sebuah Reinterpretasi dalam Teori Palembang Lamo" disusun oleh: HG Sutan Adil, Pemerhati dan Peneliti Sejarah dari Sutan Adil Institute

KORANPALPRES.COM - Nama Palembang sering disebut di bawah bayang-bayang Majapahit.

Namun, apakah benar kota sungai ini pernah tunduk pada istana tanah Jawa.

Selama puluhan tahun, banyak buku sejarah menulis bahwa Palembang adalah wilayah taklukan Majapahit.

Klaim itu terutama bersumber dari Nagarakretagama (1365 M), yang mencantumkan nama Palembang dalam daftar panjang negeri-negeri yang disebut “bawahan” Majapahit.

Namun, jika ditelusuri secara lebih kritis, tidak satu pun sumber primer—baik prasasti, arkeologi, maupun naskah lokal—yang menegaskan adanya ekspedisi militer Majapahit ke Palembang.

Apakah benar Palembang pernah ditaklukkan Majapahit?

Ataukah ini hanya interpretasi para sejarawan kolonial dan lokal yang terbiasa menempatkan Jawa sebagai pusat peradaban Nusantara?

Nagarakretagama dan Kesalah-pahaman Historis

Dalam Nagarakretagama pupuh XIII, nama Palembang memang tercantum di antara daerah di Sumatra yang disebut sebagai pratibhumi—istilah Sanskerta yang sering diterjemahkan sebagai “tanah bawahan”.

Namun, pembacaan modern terhadap teks ini menunjukkan bahwa istilah pratibhumi tidak selalu bermakna “wilayah jajahan”.

benarkah majapahit menaklukkan palembang? ini kata peneliti sejarah dari sutan adil institute                            artikel berjudul "benarkah majapahit menaklukkan palembang? sebuah reinterpretasi dalam teori palembang lamo" disusun oleh: hg sutan adil, pemerhati dan peneliti sejarah dari sutan adil institute
koranpalpres.com - nama palembang sering disebut di bawah bayang-bayang majapahit.
namun, apakah benar kota sungai ini pernah tunduk pada istana tanah jawa.
selama puluhan tahun, banyak buku sejarah menulis bahwa palembang adalah wilayah taklukan majapahit.
baca juga:teori palembang lamo: menjembatani kesenjangan naratif pasca-sriwijaya dan pra-kesultanan palembang darussalam
baca juga:ziarah kesultanan dan auliya' palembang lamo, ini pesan smb iv fauwaz diradja untuk wong kito galo
klaim itu terutama bersumber dari nagarakretagama (1365 m), yang mencantumkan nama palembang dalam daftar panjang negeri-negeri yang disebut “bawahan” majapahit.
namun, jika ditelusuri secara lebih kritis, tidak satu pun sumber primer—baik prasasti, arkeologi, maupun naskah lokal—yang menegaskan adanya ekspedisi militer majapahit ke palembang.
apakah benar palembang pernah ditaklukkan majapahit?
ataukah ini hanya interpretasi para sejarawan kolonial dan lokal yang terbiasa menempatkan jawa sebagai pusat peradaban nusantara?
baca juga:parfum fenomenal kerajaan majapahit, aromanya manis dan lembut
baca juga:cuma 3 bahan! kue legendaris khas majapahit ini sudah lama melegenda
nagarakretagama dan kesalah-pahaman historis
dalam nagarakretagama pupuh xiii, nama palembang memang tercantum di antara daerah di sumatra yang disebut sebagai pratibhumi—istilah sanskerta yang sering diterjemahkan sebagai “tanah bawahan”.
namun, pembacaan modern terhadap teks ini menunjukkan bahwa istilah pratibhumi tidak selalu bermakna “wilayah jajahan”.
ia juga bisa berarti “tanah sahabat”, atau “wilayah yang menjalin hubungan diplomatik dengan istana majapahit”.
baca juga:peneliti sejarah hg sutan adil ungkap misteri makam kapiten bong su di pulau kemaro, ternyata…
baca juga:menolak lupa! jejak kapiten bong su di pulau kemaro palembang, ini kata peneliti sejarah hg sutan adil
dalam kajian filologi sanskerta, istilah pratibhumi tidak selalu menunjuk pada penaklukan militer, melainkan juga hubungan persahabatan atau upeti simbolik (dāna-desa)
dengan kata lain, penyebutan palembang di sana lebih mungkin merupakan daftar pengaruh diplomatik simbolik, bukan daftar wilayah yang ditaklukkan dengan perang.
bahkan, beberapa filolog seperti theodore pigeaud menilai bahwa nagarakretagama adalah “dokumen ideologis” yang menegaskan keagungan raja, bukan laporan geopolitik faktual.
sumber melayu: relasi kekerabatan, bukan penaklukan
baca juga:bahasa melayu dan tulisan arab-melayu: pilar penyebaran islam dan warisan intelektual dunia melayu
baca juga:menelusuri jejak intelektual melayu dalam seminar naskah arab-melayu koleksi museum negeri sumatera selatan
namun, pandangan dari dunia melayu menunjukkan hal yang berbeda.
sumber melayu klasik justru menggambarkan hubungan palembang–majapahit sebagai hubungan politik dan kekerabatan.
dalam sulalatus salatin (malay annals) versi john leyden (1821), disebutkan bahwa salah satu keturunan sangsapurba menikah dengan anak raja majapahit.
ini menunjukkan hubungan persekutuan, bukan subordinasi.
baca juga:meski dari rumpun yang sama, melayu sumsel punya kekhasan sendiri, ini kata ketua kasta imansyah
baca juga:bahasa indonesia dan melayu adalah bahasa yang berbeda, ini kata badan bahasa
begitu pula dalam tjarita bangka, diceritakan bahwa penguasa palembang dan bangka khususnya hanya menerima “plakat” atau piagam dari majapahit—tanda kemitraan dagang dan pengakuan politik, bukan penyerahan kekuasaan.
tidak ada bukti bahwa majapahit menempatkan pejabat, pasukan, atau bupati di palembang sebagaimana di bali atau blambangan.
karena itu, asumsi bahwa palembang adalah “bawahan majapahit” lebih banyak lahir dari tafsir, bukan fakta.
fakta arkeologis dan ekonomi maritim
baca juga:gandeng narasumber 4 negara, fahum uin raden fatah implementasikan distingsi kajian melayu islam
baca juga:smb iv audiensi pj gubernur elen setiadi, bikin kesepakatan besar hidupkan marwah melayu di sumsel
hingga kini, belum ditemukan prasasti berbahasa jawa kuno atau struktur arsitektur bergaya majapahit di palembang.
sebaliknya, peninggalan arkeologis di tepian musi justru menunjukkan kesinambungan budaya melayu–sriwijaya–islam.
palembang pada abad ke-13 hingga ke-15 lebih dikenal sebagai “bandar besar” di jalur dagang internasional.
catatan tiongkok mencatat hubungan palembang dengan dinasti ming, kerajaan ryukyu, hingga malaka dan aceh.
baca juga:pelatihan kesenian melayu fahum uin raden fatah, budayawan sumsel ini bawakan syair besemah pagaralam
baca juga:website pusako melayu sumsel dilaunching, respon sultan palembang bikin pegiat naskah kuno semakin bersemangat
dengan posisi geografisnya, palembang menjadi simpul penting antara jalur barat (india–arab) dan jalur timur (jawa–maluku).
sebagaimana dikemukakan anthony reid (1988), abad ke-15 hingga ke-17 merupakan masa puncak perdagangan maritim asia tenggara.
di mana bandar-bandar seperti palembang tumbuh sebagai entitas otonom yang terhubung dengan tiongkok, ryukyu, dan samudra hindia.
dalam konteks inilah, hubungan majapahit dan palembang tampak lebih sebagai relasi ekonomi strategis.
baca juga:hadiri pelantikan perjakep sumsel, smb iv ingatkan ‘akar budaya palembang itu dari jawa dan melayu’
baca juga:pernah jadi ibukota kerajaan melayu! ini 5 daerah terpencil di sumbar, pesona keindahan alam yang tiada duanya
majapahit membutuhkan hasil bumi dan komoditas maritim dari barat nusantara, sementara palembang memerlukan akses ke jaringan niaga jawa dan bali.
relasi timbal balik ini memperlihatkan simbiosis dagang, bukan penaklukan politik.
dekonstruksi tafsir kolonial
dari dunia benda ke dunia tafsir, bukti yang muncul justru menantang narasi lama.
baca juga:ungkap misi mahasiswa uin raden fatah ikuti kkn melayu serumpun, ikut kontribusi bangun peradaban
baca juga:jelajah sejarah melayu, ini 4 agenda napak tilas budaya mabmi babel di palembang
narasi bahwa majapahit “menguasai seluruh nusantara” sejatinya lahir dari konstruksi kolonial abad ke-19.
para penulis eropa seperti raffles dan valentijn berusaha menggambarkan jawa sebagai “pusat dunia timur”, demi menjustifikasi konsep hindia belanda yang terpusat di batavia.
dalam perspektif dekolonial, penting bagi kita untuk membaca ulang sejarah dengan kacamata lokal.
palembang lamo—sebutan bagi palembang abad ke-12 hingga ke-15—seharusnya dipandang sebagai entitas mandiri yang melanjutkan tradisi sriwijaya, bukan sebagai bayang-bayang majapahit.
baca juga:angkat kebudayaan yang nyaris punah, 13 kegiatan ramaikan festival seguntang hulu melayu 2024 
baca juga:bukan sekedar ulu melayu, mahasiswa modnus unsri yakini siguntang muara kesultanan islam di nusantara
melalui teori palembang lamo, palembang dipahami bukan sebagai wilayah bawahan majapahit, tetapi sebagai entitas maritim yang sejajar dan berdaulat.
pendekatan ini sekaligus menawarkan paradigma baru dalam historiografi nusantara — memindahkan pusat narasi dari daratan (majapahit) ke maritim (palembang).
dengan demikian, teori palembang lamo bukan hanya reinterpretasi sejarah lokal, melainkan koreksi terhadap struktur pengetahuan kolonial yang menempatkan jawa sebagai pusat dan daerah lain sebagai periferi.
kesimpulan: hubungan simetris, bukan subordinatif
baca juga:jadi narasumber di pergelaran festival seguntang hulu melayu 2024, smb iv: budaya melayu semakin berkembang
baca juga:ajak masyarakat majukan budaya dan pariwisata, anri pamer foto ak gani di festival seguntang hulu melayu 2024
dengan demikian, klaim bahwa palembang ditaklukkan oleh majapahit tidak didukung bukti kuat.
hubungan kedua wilayah lebih tepat dipahami sebagai hubungan diplomatik, perdagangan, dan kekerabatan lintas kerajaan.
melalui kerangka teori palembang lamo, kita memahami bahwa palembang pasca-sriwijaya tetap eksis sebagai kekuatan maritim yang aktif, terbuka pada pengaruh tiongkok, jawa, dan melayu, namun tetap menjaga kemandirian politiknya.
historiografi yang lebih adil dan dekolonial harus menempatkan palembang bukan sebagai pinggiran majapahit, melainkan sebagai pusat peradaban maritim yang berdiri sejajar di panggung nusantara.
baca juga:artikel: perilaku kepemimpinan demang lebar daun dalam naskah sejarah melayu
baca juga:go internasional! sultan palembang kenalkan hulu melayu ke ulama asal thailand 
“sejarah yang ditulis dari tepi sungai sering kali lebih jernih daripada yang ditulis dari istana.
dari palembang lamo, kita belajar bahwa marwah dan kedaulatan tidak selalu ditentukan oleh pedang, tetapi oleh adab dan kebijaksanaan.”