Museum Negeri Sumatera Selatan Gelar Workshop Kerajinan Lak: Menggali Kembali Keindahan dan Filosofinya
Museum Negeri Sumatera Selatan Gelar Workshop Kerajinan Lak: Menggali Kembali Keindahan dan Filosofinya-Foto: Sri Devi-koranpalpres.com
PALEMBANG, KORANPALPRES.COM - Museum Negeri Sumatera Selatan kembali menghidupkan denyut kebudayaan daerah dengan menggelar Workshop Kerajinan Lak yang bertajuk “Dari Rumah Limas, Merambah Dunia.”
Kegiatan ini menghadirkan dua narasumber berpengalaman yakni Drs. R.M. Al Hanafiah, M.M., budayawan dan zuriah (keturunan) Sultan Palembang, serta Achmad Firdaus, pengrajin senior yang telah puluhan tahun menekuni seni pembuatan lak.
Workshop ini menjadi ajang langka sekaligus penting bagi masyarakat Palembang untuk mengenal kembali warisan budaya tinggi yang hampir terlupakan yakni seni Lak Palembang, yang dahulu menjadi simbol kemegahan dan spiritualitas di Rumah Limas, rumah tradisional khas Sumatera Selatan.
Dalam pemaparannya, Drs. R.M. Al Hanafiah, M.M. mengajak peserta menelusuri sejarah panjang kerajinan lak, atau yang di Palembang dikenal dengan sebutan “Ambalau.”
BACA JUGA:Ajak Para Kades 2 Kecamatan, Ini Alasan TWKS Gelar Museum Masuk Desa dan Jumpa Museum di OKU Timur
Menurutnya, istilah lak berasal dari kata Laccifer lacca, sejenis kutu kecil yang menghasilkan resin alami dari air liurnya.
Resin inilah yang menjadi bahan dasar pelapisan pada berbagai media seperti kayu, rotan, dan bambu.
“Lak itu bukan melukis, tapi melapisi. Inilah hakikatnya. Teknik ini mencerminkan kesabaran, kehalusan rasa, dan ketelitian tinggi,” ujar Hanafiah.
Seni lak sendiri merupakan hasil akulturasi budaya Tionghoa yang masuk ke Palembang sekitar abad ke-16 Masehi, pada masa kejayaan Kerajaan Palembang.
BACA JUGA:5 Museum Virtual yang Dapat Kamu Coba dari Rumah, Gratis!
BACA JUGA:Fakta Sejarah Manik-Manik Koleksi Museum Negeri Sumsel, ini Kata Pakar Hukum Hendra Sudrajat
Awalnya, lak digunakan untuk melapisi tiang-tiang Rumah Limas, bukan hanya untuk memperindah, tetapi juga sebagai simbol spiritualitas dan kemakmuran.
“Lak menjadi lambang status sosial dan spiritual. Ia tak sekadar hiasan, tapi juga doa yang diwujudkan dalam lapisan-lapisan indah di tiang-tiang rumah,” jelas Hanafiah.