Nasib Wayang Palembang Terkini, Akulturasi Budaya yang Asing di Tanah Kelahirannya

Nasib Wayang Palembang saat ini masih terasa asing di tanah kelahirannya, padahal Wayang Palembang merupakan hasil akulturasi budaya pada masa Kesultanan-Foto: Alhadi Farid/koranpalpres.com-

PALEMBANG, KORANPALPRES.COM – Nasib Wayang Palembang yang merupakan hasil akulturasi budaya hingga kini masih terasa asing di tanah kelahirannya.

Kehadiran Wayang Palembang menjadi bukti bahwa Palembang pernah menjadi persinggahan yang menghasilkan akulturasi budaya di bidang seni.

Budayawan Sumsel, Vebri Al Lintani menjelaskan, Wayang Palembang sudah ada sejak masa Arya Damar untuk mengasuh Raden Fatah yang lahir di Keraton.

Arya Damar diketahui seorang Raja Palembang yang merupakan utusan dari Kerajaan Majapahit d Pulau Sumatera.

BACA JUGA:Wah! Korem 044/Gapo Dapat Dukungan Kendaraan Operasional, Yuk Lihat

BACA JUGA:Penutur 4 Bahasa Ini Punya Wilayah Komunitas Pengguna di Kota Pagaralam Lho

Arya Damar yang membawa seni wayang selanjutnya mulai terjadi akulturasi budaya.

Akulturasi dihasilkan setelah Kesultanan Palembang mulai memperketat kebudayaan yang masuk ke Palembang karena menerapkan Syariat Islam sekitar tahun 1666.

Sehingga Wayang Palembang mengalami sedikit berubah dengan wayang dari dari asalnya, Pulau Jawa.

Salah satu perubahan yang paling menonjol adalah Wayang Palembang tidak menggunakan sinden.

BACA JUGA:Kodim 0429/Lamtim Berikan Santunan Pada Peringatan HJK Ke-78

BACA JUGA:Lomba Baca Cerpen di Taman Budaya Sriwijaya Menuai Respon Positif, Bikin Peserta Nagih Lagi

Mengingat, sinden yang dinyanyikan oleh seorang perempuan ini tidak sesuai dengan syariat Islam serta menjadi aurat wanita.

Larangan ini tentu saja bukan hanya untuk pertunjukan seni Wayang Palembang, beberapa kesenian yang berkaitan dengan suara wanita juga dilarang, salah satunya Dulmuluk.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan