Terlebih sejumlah naskah kuno dan arsip bersejarah dari Kesultanan Palembang Darussalam juga diperlihatkan kepada para peneliti naskah ini.
Bahkan sambung SMB IV, beberapa waktu lalu Tim Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) melakukan preservasi terhadap 30 naskah dan dokumen kuno peninggalan Kesultanan Palembang Darussalam.
Beliau menceritakan bahwa Kesultanan Palembang Darussalam kerajaan yang bercorak Islam berdiri di Palembang antara abad ke-17 hingga abad ke-19.
BACA JUGA:Menakjubkan! 6 Wisata Goa Terindah di Dunia, Serpihan Surga yang Jatuh ke Bumi
Kemudian pada 1823, Kesultanan Palembang Darussalam dihapus oleh Belanda saat itu.
"Saat itu kita menang dua kali pertempuran melawan Belanda, yang ketiga kali kalah hingga terjadi penghapusan tersebut," urainya.
Penghapusan Kesultanan Palembang Darussalam lantaran tidak mau mengikuti Belanda yang saat itu berhasil menguasai Palembang.
Sehingga SMB II dan Pangeran Ratu bersama keluarga ditangkap, kemudian dibuang dengan menaiki kapal Dageraad dengan tujuan Batavia pada 13 Juli 1821.
BACA JUGA:Ikuti Kelas ‘Bebaso’ Palembang di Museum SMB II, Respon Ratusan Guru Sungguh di Luar Nurul
BACA JUGA:Innalillahi, 9 Tahun Melawan Stroke, Eden Arifin Pelukis Wajah SMB II Meninggal Dunia
Sampai di Batavia, kemudian diasingkan ke Ternate hingga akhir hayatnya pada 26 November 1862.
Pada 2003, Kesultanan Palembang Darussalam dihidupkan kembali, tetapi hanya sebagai simbol kebudayaan di Sumsel.
"Saat itu ayah saya Raden Muhammad Syafei Prabu Diraja sebagai Sultan dengan gelar SMB III," kenangnya.
Setelah beliau wafat, Fauwaz Diradja pun naik tahta menggantikan mendiang ayahnya pada 2017 yang penobatannya berlangsung di Masjid Lawang Kidul, tak jauh dari makam SMB Jayo Wikramo.
BACA JUGA:Hadir di Pelataran Museum SMB II, Drama Musikal Legenda Pulau Cinta Hipnotis Ratusan Penonton