KORANPALPRES.COM – Di era digital yang serba cepat, tekanan untuk tampil sempurna di media sosial dan kehidupan nyata semakin meningkat, terutama bagi gen Z atau generasi Z.
Fenomena ini memunculkan sebuah kondisi yang biasa disebut dengan “Duck Syndrome”, yaitu seseorang terlihat tenang dan bahagia di luar, namun di balik layar, mereka bergumul dengan kecemasan, stres, dan rasa tidak aman.
Istilah ini berasal dari perilaku bebek yang terlihat tenang saat berenang di atas air, tetapi di bawah permukaan air ia menggerakkan kaki dengan keras untuk tetap mengapung.
Hal tersebut dikaitkan pada kondisi di mana seseorang yang terlihat tenang dan baik-baik saja, tetapi sebenarnya ia mengalami banyak tekanan dan kepanikan dalam mencapai tuntutan hidupnya, misalnya nilai bagus, lulus cepat, atau hidup mapan, atau memenuhi ekspektasi orang tua dan orang di sekitarnya.
BACA JUGA:5 Minuman Legend Khas Sumatera Selatan, Anak Gen Z Belum Banyak Tau
Mereka menyembunyikan perasaan mereka dan menyajikan citra yang positif kepada dunia luar.
Salah satu alasan Duck Syndrome dapat terjadi adalah tekanan sosial untuk terlihat sempurna dan sukses di hadapan orang lain.
Orang-orang cenderung menyembunyikan kesulitan dan kelemahan mereka karena takut dianggap lemah atau gagal.
Sebagai contoh, seseorang yang tampak bahagia dan sukses di media sosial mungkin sebenarnya sedang menghadapi masalah pribadi di kehidupannya.
BACA JUGA:12 Rekomendasi Parfum Aroma Kekinian, Cocok Buat Gen Z Lagi Kasmaran, Wanginya Juara Banget
Duck Syndrome dapat memiliki konsekuensi yang merugikan bagi individu yang mengalaminya.
Mereka mungkin merasa terisolasi dan kesepian karena sulit untuk mendiskusikan masalah mereka dengan orang lain.
Juga, mereka bisa mengalami tekanan emosional yang tinggi karena harus terus mempertahankan citra positif yang mereka proyeksikan.