Hal ini membuat mereka sulit untuk mendapatkan pemahaman yang lebih jelas dan menyeluruh mengenai isu-isu politik yang sangat kompleks.
BACA JUGA:Wajib Simak! Mahasiswa Universitas Andalas Temukan Relevansi ESG dengan Industri 5.0
Generasi Zoomers cenderung beresiko untuk terjebak di dalam narasi yang menyesatkan dan dapat mempengaruhi pandangan maupun keputusan mereka dalam berpolitik.
Hal ini antara lain diakibatkan oleh banyaknya informasi palsu atau disinformasi yang dengan mudah tersebar di platform media massa.
Kebingungan atau ketidakmampuan mereka dapat muncul saat proses pengambilan keputusan mengenai masalah penting jika mereka masih saja tidak bisa membedakan antara informasi yang sah atau yang tidak.
Sebagian besar Gen Z berpendapat bahwa mereka “skeptis terhadap institusi politik” yang terjadi saat ini.
BACA JUGA:Mahasiswa Universitas Andalas Ulas ESG dalam Konteks Global dan Relevansinya dengan Industri 5.0
BACA JUGA:Mahasiswa Universitas Andalas Temukan Fakta Mengejutkan, Musik dapat Kurangi Stres pada Hewan Ternak
Melihat banyaknya skandal, ketidakadilan, dan korupsi didalam sistem politik saat ini membuat mereka mulai bersikap apatis dengan proses politik.
Ketidaksepakatan antara Gen Z dan para pemimpin politik seringkali menyebaban mereka kurang termotivasi untuk turut berpartisipasi di dalam proses pemilihan umum ataupun advokasi.
Hal ini mengakibatkan mereka merasa bahwa suara mereka tidak lagi didengar dan partisipasi mereka dalam politik tidak akan menghasilkan perubahan yang signifikan terhadap Negara.
Pada akhirnya sikap skeptisisme membuat generasi muda mulai kehilangan keinginan mereka untuk berpolitik dan membiarkan para pemerintah politik bertindak sesuai kepentingan mereka saja.
Di balik beberapa kekurangan ataupun tantangan yang terjadi di generasi Zoomers ini, mereka juga dikenal dengan generasi yang peduli dan cukup aktif mengenai permasalahan sosial yang timbul.