Menurut dia, fenomena bullying di media sosial tidak hanya memengaruhi korban secara psikologis tetapi juga menciptakan lingkungan daring yang tidak nyaman bagi semua orang.
“Saya pernah menyaksikan teman saya menjadi korban bullying di media sosial.
Komentar-komentar negatif yang diterimanya sangat memengaruhi semangat belajarnya.
Saya rasa, kita semua perlu lebih peduli dan berani mengambil sikap untuk melawan tindakan tersebut,” ujarnya.
Sebagai bagian dari solusi, Universitas Andalas dapat mempertimbangkan pengadaan lokakarya, seminar, atau kampanye kesadaran mengenai bullying di media sosial.
Pendekatan ini tidak hanya membantu mahasiswa memahami dampak psikologis dari bullying, tetapi juga mendorong terciptanya lingkungan media sosial yang lebih sehat.
Bullying di media sosial tidak hanya berdampak pada kondisi psikologis korban, tetapi juga dapat memengaruhi reputasi universitas apabila tidak ditangani dengan serius.
Oleh karena itu, penting bagi seluruh civitas akademika untuk bekerja sama dalam mencegah dan menangani tindakan bullying di media sosial.
Dengan menyadari dampaknya, mahasiswa diharapkan dapat memanfaatkan media sosial secara positif untuk berkolaborasi, belajar, dan mengembangkan potensi diri.
Media sosial, jika digunakan dengan bijak, dapat menjadi alat yang memperkuat koneksi dan mendukung tujuan akademik, bukan sebagai sarana untuk merugikan orang lain.