Total 8,2 juta jumlah pemilih di Jakarta tersebut, ada 61.747 merupakan penyandang distabilitas termasuk didalamnya 22.871 distabilitas mental atau orang dengan gangguan jiwa (ODGJ).
BACA JUGA:Bertolak ke Jepang, Presiden Jokowi akan Hadiri KTT Perayaan 50 Tahun ASEAN-Jepang
Fahmi Zikrillah selaku Anggota Divisi Data dan Informasi KPU DKI Jakarta, telah menyampaikan data tersebut dengan gamblang.
Ternyata ODGJ tetap mendapat kesempatan sebagai pemilih, mereka akan mendapat pelayanan dan pendampingan secara khusus saat mendatangi TPS dan memberikan hak suaranya di hari H pencoblosan.
Adapun alasannya adalah agar hak suaranya dapat diperhitungkan dalam pemilu 2024.
Secara hukum, ODGJ memang memiliki hak untuk memilih, ini tercantum dalam UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang menjelaskan bahwa Penderita gangguan jiwa mempunyai hak yang sama sebagai warga negara.
BACA JUGA:1.300 Karyawan General Motors Jadi Korban PHK Massal, Apa yang Sedang Terjadi?
BACA JUGA:5 Wilayah Paling Panas di Muka Bumi, yang Jarang Diketahui
Ditambah lagi, memang tidak ada peraturan didalam aturan penyelenggaraan pemilu yang melarang penyandang distabilitas mental untuk memilih.
Bahkan dalam UU Nomor 8 Tahun 2016 telah mengatur tentang hak politik penyandang distabilitas, termasu hak memilih dan bahkan dapat dipilih dalam jabatan publik.
Tentu saja dengan syarat yang telah dipenuhi, maka orang tersebut dapat ikut serta memilih dalam pemilu.
Selama ini Orang dengan gangguan jiwa sudah pasti memperoleh citra negatif dan masyarakat pun mempertanyakan eligibilitas ODGJ dalam memberikan suara.
BACA JUGA:8 Negara Pemilik Armada Militer Terkuat di Asia, Indonesia Nomor Berapa? Israel Jadi Pucat!
BACA JUGA:9 Gaya Foto Ini Terlarang Bagi ASN Jelang Pemilu 2024, Jadi yang Boleh Gaya Apa?
padahal hak untuk memilih bagi ODGJ telah dijamin dalam UUD 1945, UU HAM, UU Kesehatan, dan UU Pengesahan Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas.