Literasi dan Numerasi bukan hanya perihal bagaimana seorang anak mampu mendapat legitimasi tertentu dari sekolah yang sifatnya kebanyakan administratif.
Namun bukan berarti mendapat nilai yang baik bukan suatu keharusan maksudnya disini adalah bagaimana hal tersebut harus dimaknai lebih dalam.
Lebih jauh dari itu Literasi dan Numerasi harus menyentuh aspek terdalam kehidupan seorang anak yang populer diistilahkan untuk membangun pembelajaran bermakna.
Sayangnya justru karena level kognitif dan kesadaran siswa hanya pada bagaimana untuk menyelesaikan kewajiban tertentu dari sekolah yang barangkali sifatnya bias akan realitas.
BACA JUGA:Dirjen Pendis Kemenag Prof Suyitno Tegaskan Ekonomi Islam sebagai Solusi Pembangunan Berkelanjutan
BACA JUGA:Tahun Baru 1 Muharram 1447 H, ini Pesan Berharga Guru Besar UIN Raden Fatah Prof Cholidi
Hal-hal seperti yang paling penting dari pencapaian sekolah adalah Ijazah dan selembar atau nilai hebat lainya tanpa dibarengi dengan usaha untuk mencoba membuka kacamata lain atas kompleksnya kehidupan.
Sekolah di Indonesia telah membentuk realitas semu atas kehidupan.
Ia mensimplifikasinya dengan kesadaran-kesadaran semu dan ini yang paling bahaya.
Maka, pada titik itu Literasi dan Numerasi harus dipandang lebih jauh.
BACA JUGA:Spesifikasi Lengkap DFSK Gelora E 2025, Van Listrik Komersial dengan Jarak Tempuh 300 Km
Kondisi Literasi dan Numerasi siswa Indonesia yang terperosok ini harus disadari betul terlebih dahulu jika yang diharapkan adalah anak-anak emas yang akan menguasai teknologi.
Sebagai solusi atas dua problematika tersebut barangkali kebijakan yang diambil harus memiliki kekuatan untuk menyentuh akar masalah sekaligus tanpa melupakan daun yang sudah siap dipetik.
Maksudnya adalah bagaimana pemerintah bekerja dengan pemetaan masalah yang baik yakni pada satu sisi memperbaiki kondisi literasi & numerasi.
Namun juga pada saat yang sama memberikan kesempatan anak-anak yang secara level kognitif layak untuk mendapat pembelajaran coding & artificial intelligence tersebut.