Hal ini menunjukkan pentingnya pelatihan berkelanjutan dan pendampingan yang konsisten.
Data BPS (2024) memperkuat tantangan ini, di mana rata-rata lama sekolah orang dewasa di beberapa wilayah Indonesia masih di bawah 8 tahun, jauh dari target ideal 12 tahun.
Fakta tersebut menjadi pengingat bahwa kualitas pendidikan masih belum merata.
Namun, di balik tantangan tersebut terdapat peluang yang sangat besar.
Guru dapat memanfaatkan komunitas belajar untuk saling berbagi praktik baik dan mendiskusikan strategi pembelajaran yang berhasil.
Sekolah dapat membangun kerja sama dengan dunia usaha, lembaga masyarakat, maupun organisasi lokal untuk memperkuat pelaksanaan proyek-proyek berbasis Kurikulum Merdeka.
Pemerintah pun memiliki peran sentral untuk terus memperkuat regulasi, memastikan ketersediaan pendanaan, serta memberikan dukungan teknis yang memadai.
Jika seluruh pihak mampu bersinergi dengan baik, maka Kurikulum Merdeka dapat benar-benar menjadi motor penggerak pendidikan yang lebih bermakna, relevan, dan memerdekakan.
BACA JUGA:Kalau Digital Bisa Tarik Pajak, Masih Perlukah Petugas Pajak? Ini Jawaban Cerdas Mahasiswi Unsri
Pada akhirnya, keberhasilan program ini akan turut menentukan kesiapan Indonesia dalam menyongsong generasi emas tahun 2045.
“Mengajar dengan Merdeka, Mendidik dengan Cerdas” sejatinya adalah visi bersama yang hanya akan berhasil bila didukung oleh seluruh pemangku kepentingan.
Pemerintah telah memberikan payung hukum, guru menjadi garda terdepan, peserta didik ditempatkan sebagai pusat transformasi, dan masyarakat bersama orang tua turut mendukung proses pendidikan.