PALEMBANG, KORANPALPRES.COM - Dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun ke-41 Museum Negeri Sumatera Selatan “Balaputra Dewa”, menggelar kegiatan edukatif bertajuk Belajar Bersama di Museum.
Dengan tema “Merangkai Pakaian Pengantin Tradisional Sumatera Selatan: Aesan Gede dan Paksangko Bertahan di Tengah Arus Zaman.”
Acara ini menjadi wujud nyata upaya pelestarian budaya lokal, khususnya dalam mengenalkan kembali kekayaan busana adat yang menjadi simbol kemegahan, status sosial, dan filosofi kehidupan masyarakat Palembang tempo dulu.
Dalam sesi pemaparan sejarah, Drs. RM Ali Hanafiah, M.M, menjelaskan asal-usul dan makna filosofis dari dua busana pengantin ikonik Sumatera Selatan ini.
Kebudayaan Palembang tidak bisa dilepaskan dari jejak panjang sejarah kerajaannya lanjutnya, mulai dari masa gemilang Sriwijaya, kejayaan Kesultanan Palembang Darussalam, hingga dinamika di era kemerdekaan.
Di setiap masa, warisan budaya itu terus hidup dan beradaptasi. Apa yang dahulu hanya ada di lingkungan keraton, perlahan menyebar ke masyarakat, menjelma menjadi bagian dari identitas warga Palembang.
"Dari sinilah berbagai tradisi lahir dan bertahan, termasuk busana pengantin adat seperti Aesan Gede dan Aesan Paksangko. Kedua busana ini bukan sekadar pakaian indah, tetapi juga simbol kehormatan dan nilai-nilai kehidupan masyarakat Melayu Palembang yang terus berkembang mengikuti zaman, tanpa meninggalkan akar tradisi,"jelasnya.
Kini, di tengah modernisasi, masih ada sejumlah pelestari budaya yang berusaha mengembalikan kejayaan “Aesan” masa lalu.
"Meski ada penyesuaian, seperti pengantin perempuan yang berhijab atau pengantin laki-laki yang mengenakan busana bergaya Islami, esensi budaya itu tetap terjaga,"tambahnya.
Menurutnya, Aesan Gede dan Aesan Paksangko bukan sekadar pakaian, melainkan representasi dari tatanan budaya, keanggunan, serta nilai spiritual yang mengakar pada masyarakat Palembang.
“Aesan berarti hiasan atau perlengkapan. Sedangkan Aesan Gede dan Aesan Paksangko merupakan tata busana agung yang dahulu hanya dikenakan oleh kalangan bangsawan dan pengantin sebagai simbol kehormatan,” jelas Ali Hanafiah.