Belajar Bersama di Museum: Aesan Gede dan Paksangko, Busana Agung Sumsel yang Bertahan di Tengah Arus Zaman

Rabu 05 Nov 2025 - 16:57 WIB
Reporter : Sri Devi
Editor : Sri Devi

BACA JUGA:Museum Negeri Sumatera Selatan Gelar Workshop Kerajinan Lak: Menggali Kembali Keindahan dan Filosofinya

BACA JUGA:Pameran Prangko dan Jumpa Museum, Strategi Palembang Dongkrak Kunjungan ke Museum Sultan Mahmud Badaruddin II

Dalam kesempatan yang sama, Hj. Lisa Surya Andika, S.P., M.M, membahas detail istilah, fungsi, dan pemakaian setiap perlengkapan dalam kedua jenis Aesan.

Ia menjelaskan bahwa Aesan Gede terdiri atas berbagai elemen busana seperti:

- Sewet Songket dan Kemben Songket, simbol kehalusan dan kemewahan kain tradisional Palembang.

- Karsuhun, mahkota agung yang menjadi pusat perhatian di kepala pengantin.

- Kalung Kebo Munggah (Tapak Jojo), kalung bersusun tiga yang melambangkan tingkatan kehidupan.

- Kembang Urai, hiasan kepala dari daun pandan wangi yang menebar aroma kesucian.

- Pending, ikat pinggang berlempeng perak atau tembaga, melambangkan kekuatan dan kehormatan.

BACA JUGA:5 Museum Virtual yang Dapat Kamu Coba dari Rumah, Gratis!

BACA JUGA:Fakta Sejarah Manik-Manik Koleksi Museum Negeri Sumsel, ini Kata Pakar Hukum Hendra Sudrajat

Sementara pada Aesan Paksangko, busana terdiri dari:

- Baju Kurung Bludru Tabur, terbuat dari kain bludru berhias taburan lempengan kuningan yang berkilau di bawah cahaya.

- Paksangko, mahkota khas dengan ornamen berlapis melambangkan kebesaran keluarga pengantin.

- Sundur dan Cempako, hiasan kepala yang mempercantik penampilan dan memberi makna keselarasan antara lahir dan batin.

“Setiap detail memiliki makna filosofis. Tidak ada yang dipakai tanpa maksud. Semua mengajarkan tentang keindahan, keanggunan, dan penghormatan pada tradisi,” ungkap Lisa Surya.

Kategori :