“Puisinya ada 12 fragmen tapi ada lebih kurang 150 bait pantun tentang Kerajaan Palembang dan Kesultanan Palembang Darussalam, dan ada juga soal masa sebelum Kerajaan Palembang, seperti sosok Raden Fatah dan Ariodillah, semuanya bentuk pantun, bukan syair, bukan puisi,” cetusnya.
BACA JUGA:Sering jadi Rebutan, Ini Kelebihan dan Kekurangan Beli Rumah Hook! Pertimbangkan Pilihanmu
BACA JUGA:Cek Penyaluran Bantuan Pangan, Presiden: Jika APBN Mencukupi, akan Dilanjutkan
Mengenai tujuan pembuatan buku yang dibuat dari tahun 2023 itu, menurut Kepala Sekolah SMAN 6 Palembang ini mengatakan, orang akan lebih tertarik membaca sejarah dalam bentuk pantun.
Karena sambung Fir Azwar, pantun itu bahasa yang cukup komunikatif di Palembang ini.
Dia juga mengklaim belum ada pihak lain menerbitkan seperti buku yang ditulisnya itu.
“Kita tahu, banyak orang menulis sejarah, banyak orang menulis pantun, tapi belum ada yang menulis sejarah dalam bentuk pantun,” tandasnya.
BACA JUGA:Respon Cepat Prajurit Kodim 0406/LLG Bantu Warga Atasi Pohon Tumbang
BACA JUGA:Awal Masuk Kerja Tahun Baru 2024, Pj Gubernur Sumsel Agus Fatoni Sidak ASN dan Pelayanan Samsat
Budayawan Palembang Vebri Al Lintani menyebutkan, tujuan kegiatan tersebut untuk mensosialisasikan buku berjudul Sejarah Palembang Dalam Pantun ini.
“Buku ini penting bagi masyarakat Palembang khususnya para pelajar dan para pendidik terutama guru sejarah, yang kalau kita melihat di sekolah-sekolah ini termasuk sangat kurang, apalagi tentang pendidikan sejarah lokal,” singgung Vebri.
Dia berpendapat, buku berjudul Sejarah Palembang Dalam Pantun ini mengenalkan sejarah lokal meskipun dalam bentuk pantun mungkin tidak terlalu dalam.
“Hanya saja buku ini juga dilengkapi dengan penjelasan-penjelasan oleh sejarawan Kemas Ari Panji dan saya sendiri ikut mengulas itu, menjelaskan tentang apa isi pantun, ikon yang dikenalkan oleh Amanda Maida Lamhati itu dalam pantun tersebut saya jelaskan, jadi ini penting,” tutupnya.
BACA JUGA:Tak Perlu Kartu Tani Buat Beli Pupuk, Cukup Pakai KTP Saja
BACA JUGA:Pangdam II/Swj: Tekan Pelanggaran dan Jaga Netralitas TNI
Sedangkan pemilik Padepokan Joglo Klangenan di Yogyakarta, Mbah Gito yang hadir dalam acara tersebut mengaku sangat mendukung perpaduan antara budaya Palembang dan budaya Yogyakarta.