Masalah sosial-kemasyarakatan, politik dan pergerakan nasional, selalu mereka diskusikan tanpa henti.
Hingga pada 1928, mereka memberi nama rumah tersebut Indonesische Clubgebouw (IC).
Nama lainnya yang populer sering disebut adalah, Indonesische Clubhuis.
BACA JUGA:Kepoin Budaya Komering, Ini Kuliner Khas Di Festival Literasi Nusantara 2023 Yang Bisa Kamu Nikmati
Rumah ini menarik bagi banyak pemuda-pelajar.
Mereka bisa mengasah diri selain tentunya mendapat banyak kawan dan wawasan.
Termasuk juga Amir Sjarifuddin salah satunya.
Selain mengurus IC dan belajar. Amir juga sibuk sebagai editor Jurnal Indonesia Raja milik PPPI (Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia).
BACA JUGA:Kasdam II Sriwijaya Lepas Pawai Kebangsaan 'Hari Sumpah Pemuda'
Ia juga mengajar di Universitas Rakjat di Gang Kenari.
Kala itu, syarat menjadi pimpinan IC memang sulit.
Bukan hanya pintar dan berprestasi dalam studi, tapi harus dekat dengan rakyat.
IC berafiliasi dengan tempat basis pergerakan pemuda yang lain seperti gedung milik Husni Thamrin di Gang Kenari dan Gedung Perguruan Rakyat di Salemba.
BACA JUGA:Syrius Tampilkan Produk Terlarisnya di LogiMAT Thailand, Siap Berekspansi di Pasar Asia Tenggara
Merekalah motor penggerak terselenggaranya Kongres Pemuda II pada 1928.
Persiapan matangnya sering berlangsung di rumah itu. Kramat 106 pula yang menjadi tempat sidang ketiga Kongres Pemuda II.