Thorn mencatat, “Rumah Sultan dan Pangeran Ratu berada di area persegi, dikelilingi tembok bata yang tebal dan tinggi.
Tiap istana berisi bangunan-bangunan paviliun yang terpisah, memiliki sebagian lahan untuk pohon buah-buahan dan tanaman hias.”
Benteng Kuto Lama Hilang?
BACA JUGA:Sinyal Ponsel Anda Lelet, Bisa Jadi IMEI Belum Terdaftar, di Sini Solusinya!
Bapak Sejarah dan Budaya Palembang, Djohan Hanafiah yang menulis buku Kuto Besak, Upaya Kesultanan Palembang Menegakkan Kemerdekaan mengungkapkan kisah perseteruan dua benteng kembar Palembang.
"Pada akhirnya kedua keraton ini bagaikan air dan minyak", demikian Djohan mengungkapkan.
“Pada saat Kuto Besak memancangkan bendera Kesultanan Palembang,” tulisnya, “maka Kuto Lama mengibarkan bendera Inggris.”
Kisah Perseteruan keluarga itu masih terus saja berlanjut ketika serdadu Hindia Belanda yang dikomandoi Hendrik Merkus Baron de Kock melakukan serangan pada tahun1821.
BACA JUGA:Isi BBM di Jalur Khusus, Serasa Jadi Sultan
Agresi militer itu diakhiri dengan tertangkapnya Sultan Mahmud Badaruddin II, hingga beliau akhirnya diasingkan ke Ternate
Kemudian, De Kock melantik penerus selanjutnya, Prabu Anom menjadi Sultan Ahmad Najamuddin IV dan ayahnya, Husin Djauddin, sebagai Susuhunan.
Sejak peristiwa itulah benteng tersebut kuasai penuh oleh Belanda, hingga akhirnya “Kuto Lama dibongkar habis sampai pada fondasinya,” tulis Djohan.
Saudara muda, sang adik yang berbadan lebih besar, Benteng Kuto Besak, saat ini digunakan sebagai Kantor Kesehatan Komando Daerah Militer II/Sriwijaya, rumah sakit, dan permukiman warga yang lumayan padat.
BACA JUGA:Aksi Solidaritas, Ribuan Warga Palembang Padati Bundaran Air Mancur Demi Bela Palestina
Pada awal 2014 lalu, sempat terdengar kabar Pemerintah Provinsi Sumatra Selatan berencana merevitalisasi penanda peradaban ini untuk Pusat Kebudayaan Palembang.
Semoga saja benteng ini mampu mencerahkan sejarah dan kebudayaan Kota Sriwijaya, mengembalikan kejayaannya lagi.