Asal Usul Guritan Besemah: Puisi Lisan Tradisional Khas Sumatera Selatan yang Memikat, Ternyata Terbentuk Oleh

Asal Usul Guritan Besemah: Puisi Lisan Tradisional Khas Sumatera Selatan yang Memikat, Ternyata Terbentuk Oleh--YT/ Ichan Salon Pagaralam

LAHAT, KORANPALPRES.COM - Guritan Besemah, sebuah warisan budaya tak benda dari Sumatera Selatan, memiliki akar yang dalam dalam sejarah dan budaya masyarakat Besemah. 

Ditemukan tumbuh dan berkembang di kalangan masyarakat Besemah, terutama di Kabupaten Lahat dan Pagar Alam, sastra lisan ini telah menjadi bagian penting dari identitas budaya daerah Sumatera Selatan.

Kata "guritan"sendiri berasal dari bahasa setempat yang merujuk pada puisi atau syair, sementara "Besemah" mengacu pada nama masyarakat yang memelihara dan mengembangkan tradisi ini. 

Guritan Besemah, disajikan dalam bentuk teater tutur, menceritakan kisah-kisah secara monolog oleh seorang penutur cerita dalam bahasa Besemah, sering kali diiringi dengan lagu atau syair khas.

BACA JUGA:Bukan Sekedar Julukan, Prabumulih Jadi Kota Penghasil Nanas Termanis di Indonesia, Begini Asal Usulnya!

BACA JUGA:Bagaimana Legenda Dayang Torek dan Linggau Membentuk Identitas Kota Lubuklinggau? Begini Asal Usulnya

Sebagai bentuk sastra daerah yang khas, Guritan Besemah telah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda, menegaskan kepentingan dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya bagi masyarakat Besemah.

Salah satu ciri utama Guritan Besemah yang membedakannya adalah kekayaan bahasa yang digunakan. 

Dengan penuh metafora, perumpamaan, dan bahasa kiasan, Guritan Besemah memiliki daya tarik tersendiri bagi pendengarnya. 

Irama dan pola bacaan yang unik juga menjadi ciri khas yang membedakan guritan ini dari sastra lisan lainnya, menambahkan keindahan dan keunikan dalam penuturan cerita.

BACA JUGA:Misteri Asal Usul Nama Kota Sekayu: Jejak Sejarah di Balik Nama yang Menarik, Mari Kita Telesuri!

BACA JUGA:Mengenal Kabupaten OKU Selatan, Sungai Selabung dan Sungai Saka Membentuk Nama Muaradua, Ini Asal Usulnya

Penuturan guritan selalu dihubungkan dengan upacara religius. Tradisi ini dilakukan di rumah-rumah penduduk yang sedang mengalami duka atas kematian seseorang, dimulai sejak malam pertama setelah jenazah dikuburkan hingga malam ketiga secara berturut-turut. B

ahkan, dalam beberapa kasus, penuturan guritan dapat berlanjut hingga malam ketujuh. 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan