Apresiasi Penemuan Prasasti Pendirian Kantor Walikota Palembang, ini Saran Anggota TACBN Prof Semiarto

Anggota TACB Nasional Prof Semiarto Aji Purwanto (empat dari kanan) dan Pj Walikota Palembang Cheka Virgowansyah bersama rombongan berfoto di salah satu Prasasti Pendirian Kantor Walikota Palembang di zaman Kolonial Belanda.--koranpalpres.com
PALEMBANG, KORANPALPRES.COM - Anggota Tim Ahli Cagar Budaya Nasional (TACBN), Prof. Dr. Semiarto Aji Purwanto mengapresiasi penemuan Prasasti berbahasa Belanda mengenai Pendirian Kantor Ledeng yang saat ini difungsikan sebagai Kantor Walikota Palembang.
Guru besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia (UI) ini sengaja berkunjung ke Palembang dalam rangka menghadiri undangan dari Penjabat (Pj) Walikota Palembang Dr. Cheka Virgowansyah, S.STP., M.E, Jumat 7 Februari 2025.
Undangan ini terkait pentingnya pengembangan identitas budaya kota Palembang, dengan menyoroti penemuan prasasti-prasasti di Gedung Walikota Palembang sebagai warisan budaya yang bisa dijadikan model bagi kota-kota lain di Indonesia.
Dalam pertemuan yang digelar di Kantor Walikota Palembang, tampak hadir Kepala Dinas Kebudayaan Kota Palembang Affan Prapanca, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Palembang Akhmad Bastari, dan perwakilan OPD.
Kemudian, anggota TACB Kota Palembang Kemas Ari Panji, budayawan Palembang Vebri Al Lintani, Isnayadi Safrida, Genta dan Wanda Lesmana, Sejarawan Sumsel Dedi Irwanto, dan pakar hukum Hendra Sudrajat.
Lebih lanjut, Prof Semiarto menguraikan hasil pengamatannya terhadap prasasti Pendirian Kantor Walikota Palembang.
Dekan FISIP UI ini melihat prasasti adalah budaya materinya, material culture, salah satu yang didorong, dikembangkan, sebagai model di tempat-tempat lain, di kota-kota lain.
Dan Kota Palembang menurut dia sudah punya modal.
“Kantor Walikota Palembang sendiri, prasastinya-prasastinya lengkap yang bisa menggambarkan bagaimana identitas kota Palembang itu terbentuk,” tuturnya.
Kemudian dia menyinggung bagaimana selama ini kita hanya dapat berkata “Wong Kito Galo” tapi “Wong Kito Galo” itu apa sebenarnya, apa cirinya.
“Kalau zaman dulu Ampera berani tapi nilai budaya apa, value apa,” singgungnya.
Berikutnya dia menawarkan gagasan-gagasan dalam konteks untuk bisa dipertimbangkan untuk dirumuskan sebagai program bagaimana mengidentifikasi dan mengembangkan identitas budaya kota Palembang.
Terkait gedung Walikota Palembang yang merupakan peninggalan kolonial Belanda, kalau dikatakan unik namun Prof Semiarto malah menilai tidak terlalu unik.
Pasalnya menurut dia bangunan–bangunan kolonial itu punya ciri tertentu yakni diambil zaman barok, ada Renaissance.