OPINI: Membaca Pasal 281 UU Pemilu Secara Sistemik

Opini membaca Pasal 281 UU Pemilu secara sistematik ditulis oleh Direktur Bidang Politik dan Kebijakan PD PRIMA DMI Palembang 2023-2026, Ichsan Juliansyah--Sumber: YouTube/Sekretariat Presiden

Opini berjudul Membaca Pasal 281 UU Pemilu Secara Sistemik ditulis oleh Direktur Bidang Politik dan Kebijakan PD PRIMA DMI Palembang 2023-2026, Ichsan Juliansyah, S.H.

Akhir-akhir ini publik Indonesia dibuat heboh dengan pernyataan Presiden Jokowi yang mengatakan bahwa Presiden, Menteri boleh berkampanye asalkan tidak menggunakan fasilitas negara.

Hal tersebut diucapkan oleh seorang pemimpin tertinggi Indonesia dalam agenda resmi kenegaraan Kementerian Pertahanan.

Pernyataan tersebut seolah menggiring opini karena menteri pertahanan yang kita ketahui saat ini maju dalam kontestasi politik 2024.

BACA JUGA:Awal Puasa Ramadan 2024 Tanggal Berapa? PP Muhammadiyah dan Pemerintah Tetapkan Ini, Berikut Penjelasannya

BACA JUGA:5 Negara Teratas di Dunia untuk Kualitas Pendidikan, Nomor 2 Sudah Tak Heran Lagi

Meskipun hak politik setiap individu termasuk seorang Presiden dijamin oleh negara dalam Pasal 23 ayat 1 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM yang berbunyi “Setiap orang bebas untuk memilih dan mempunyai keyakinan politiknya".

Akan tetapi, dalam penyelenggaraan negara ada aturan main bagi seorang Presiden dalam berprilaku politik.

Pernyataan Jokowi yang membolehkan pejabat negara berkampanye sungguh sangat keliru dan tidak teliti.

Ketidaktelitian itu ditunjukkan dari cara Jokowi dalam memaknai Pasal 281 UU Pemilu 2017 Ayat 1 yang sejatinya bahwa kampanye yang melibatkan pejabat negara harus memenuhi syarat mutlak pada huruf B ayat 1 pasal 281 yakni menjalani cuti di luar tanggungan negara.

BACA JUGA:Tinjau Lokasi Banjir, Pj Wako Berikan Bantuan pada Warga yang Terdampak

BACA JUGA:7 Model Xiomi HP Terbaru 2024 Siap Membanjiri Pasar Teknologi dengan Harga di Bawah Rp2 Jutaan

Artinya, cuti di luar tanggungan negara yang dimaksud adalah seorang pejabat negara tidak mendapatkan hak apapun dari negara.

Sehingga yang dimaksud cuti tersebut adalah apabila Jokowi kembali mencalonkan Presiden sebagaimana yang ia lakukan pada tahun 2019 maupun SBY pada tahun 2014.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan