Dengan bertambahnya bulan dan lahan masyarakat makin bertambah, dengan inisiatif dari kepala Dusun/ Desa maka dibukalah wilayah baru yaitu disekitar Lorong Pangeran.
Wilayah baru atau dusun baru diberi nama “Pangkalan Balai” (diperkirakan sekitar hili terusan Simpit Sekarang). Wilayah baru ini dipergunakan sebagai tempat pemukiman dan sebagai lahan persawahan areal Pang Sako.
Dengan demikian nama dusun menjadi 2 (dia) yaitu Dusun Soak dan Dusun Panqkalan Balai, tetap dikepalai oleh kepala dusun yang bernama Sahmad Bin Sahaji (Puyang Depati) dan digelari dengan nama Gindo.
Pada abad 17 Masehi di Palembang sudah berdiri kesultanan yaitu Kesultanan Palembang Darussalam, dengan berdirinya kesultanan maka berpengaruh pula pada berkembangan dusun-dusun yang berada dalam wilayah Sumatera bagian Selatan termasuk Jambi, Lampung dan Bengkulu.
BACA JUGA:Asal Usul Klakson Telolet di RI, ‘Menggurita’ ke Perusahaan Otobus, Siapa Pioner?
Pada masa itu wilayah yang masuk, dalam naungan Kesultanan Palembang hidup rukun, aman dan damai.
Sultan pertama yaitu Abdurrahman dengan gelar Sultan Abdurrahman Amirul Mukminin Sayyidul Imam, lalu turun ke anaknya yang bernama Sultan Mansur kemudian turun lagi ke cucunya yang bernama Sultan Mahmud Badaruddin.
Berkaitan dengan masa pemerintahan kesultanan maka di daerah-daerah dibentuk juga suatu pemerintahan yang , disebut Kadipaten Pedatuan, Gindo, Penggawo dan dibidang agama ada istilah Penghulu, Ketip, Mudin, Lebai dan Hulubalang.
Zaman Sultan ke (3) tiga di bentuk pedatuan, Pedatuan ini betugas mengepalai beberapa desa pengandeng. senagai penyerahan perpanjangan tangan pemerintah kesultanan didaerah dengan istilah Wilayah Marga, Pesiren (Anak Buah) kekuasaan dari Kesultanan pada pemerintah marga masa itu maka Puyang Depati Sahmad Bin Sahaji diangkat oleh Sultan untuk mendirikan sebuiah marga yaito Marga Mantri Melayu dengar pusat pemerintahan berada di Sekayu.
Jauh sebelum Puyang Depati (Sahmad Bin Sahaji) diangkat menjadi Datuk dan pindah dari Dusun Soak ke Pangkalan Balai, bahwa di kota Sekayu ada areal persawahan yang disebut olah masyarakat dengan istilah persawahan Pang Sako dan di hilirnya disebut dengan istilah persawahan Pang Sambut.
Areal persawahan in digarap olah masyarakat desa Soak dan Pangkalan Balai setiap tahunnya, dalam penggarapan sawah sering terjadi keributan antara warga dua dusun ini dan selalu Sahmad Bin Sahaji yang mendamaikan.
Sezaman dengan itu ada seorang anak dari sisilah Keturunan Sahmad Bin Sahaji (Puyang Depati), Sahmad mempunyai adik yang bernama Sajidin, Sajidin mempunyai anak yang bernama Tanaji, Tahaji mempunyai tiga orang putri yang bernama: Tasaima,Tasaiyan, Sak Ayu (Silsilan Keluarga terlampir).
Dari ketiga putri Tahaji Bin Sajidin yang paling cantik adalah Sak Ayu. Sak-Ayu sering mengikuti orang tuanya ke sawah dan saat panen banyak mendapatkan hasil. Meranjak dewasa Sak Ayu jarang diajak oleh orang tuanya kesawah maka kenyataannya hasil panen berkurang, hal ini selalu diperhatikan oleh orang tuanya termasuk warga sekitar.
Ibu dari tiga putri ini bernama Mahesa Binti Madaru pernah bermimpi bahwa salah satu anaknya mempunyai Tuah Padi dan mimpi itu diceritakannya pada Sahmad Bin Sahaji.