BACA JUGA:Cerita Desa Burai Ogan Ilir Dan Fakta Asal Usulnya, Ternyata Menyimpan Banyak Misteri?
Sriwijaya seperti bentuk-bentuk pemerintahan di Asia Tenggara lainnya, yang pada saat itu bentuknya dikenal sebagai Port-polity.
Pengertian Port-polity secara sederhana bermula sebagai sebuah pusat redistribusi, yang secara perlahan-lahan mengambil alih sejumlah bentuk peningkatan kemajuan yang terkandung di dalam spektrum luas.
Pusat pertumbuhan dari sebuah Polity adalah entreport yang menghasilkan tambahan bagi kekayaan dan kontak-kontak kebudayaan.
Hasil-hasil ini diperoleh oleh para pemimpin setempat, (dalam istilah Sriwijaya sebutannya adalah datu), dengan hasil ini merupakan basis untuk penggunaan kekuatan ekonomi dan penguasaan politik di Asia Tenggara.
Ada tulisan menarik dari kronik Cina Chu-Fan-Chi yang ditulis oleh Chau Ju-Kua pada abad ke 14, menceritakan tentang Sriwijaya.
Pada saat itu, Sriwijaya terletak di Laut selatan, menguasai lalu lintas perdagangan asing di Selat.
Pada zaman dahulu, pelabuhannya menggunakan rantai besi untuk menahan bajak-bajak laut yang bermaksud jahat.
Jika ada perahu-perahu asing datang, rantai itu diturunkan.
Setelah keadaan aman kembali, rantai itu disingkirkan.
Perahu-perahu yang lewat tanpa singgah di pelabuhan dikepung oleh perahu-perahu milik kerajaan dan diserang.
Semua awak-awak perahu tersebut berani mati.
Itulah sebabnya maka negara itu menjadi pusat pelayaran.
Tentunya banyak lagi cerita, legenda bahkan mitos tentang Sriwijaya.
Pelaut-pelaut asing seperti China, Arab dan Parsi, mencatat seluruh peristiwa kapanpun kisah-kisah yang mereka lihat.
Para pelaut Arab dan Parsi menggambarkan keadaan Sungai Musi, dimana Palembang terletak, bagaikan kota di Inggris.