Selain Fahri Bachmid, hadir pula Pengamat Kebijakan Agus Pambagio, Akademisi dari Universitas Indonesia Surjadi, Akademisi dari Universitas Gadjah Mada Ardianto Budi serta Akademisi dari Universitas Brawijaya Dias Satria.
Dengar Pendapat Publik tersebut membahas muatan perubahan RUU Keimigrasian yang terdiri dari enam pasal perubahan dalam hal pencegahan dan penangkalan.
Masa berlaku Izin Masuk Kembali dari Izin Tinggal Tetap serta sumber dana untuk pelaksanaan tugas dan fungsi keimigrasian.
Sejalan dengan itu Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio menyinggung kompleksnya tugas dan fungsi keimigrasian saat ini yang membutuhkan akselerasi baik dalam pengadaan sarana-prasarana penunjang dan maupun pelaksanaannya.
Komentar tersebut mendapat sambutan positif dari masyarakat yang hadir, salah satunya dari perwakilan Keluarga Antar Negara, Analia, yang juga menyampaikan aspirasinya mengenai kompleksnya administrasi dalam pengurusan pewarganegaraan.
“Ini yang saya alami ya waktu suami saya mau naturalisasi. Pelayanan pewarganegaraan itu terpisah-pisah, prosesnya tidak di imigrasi saja. Kami inginnya satu tahapan saja. Seperti layanan terpadu satu pintu. Jadi tidak perlu bolak-balik mengurus administrasi," tutur Analia.
Semntara itu, Narasumber asal Universitas Gadjah Mada, Ardianto menyinggung kasus tewasnya petugas imigrasi di Kantor Imigrasi Jakarta Utara di tangan deteni asal Uzbekistan yang sempat ramai di media beberapa waktu lalu
BACA JUGA:Lagi-lagi Penggeledahan Dilakukan Tim Penyidik Kejati Sumsel, Ini Tujuannya
BACA JUGA:Dengarkan Pidato Kenegaraan Presiden RI, Ada Pejabat Tinggi di Kejati Sumsel Hadir, Siapa Dia?
“Setelah saya telusuri beritanya ternyata fasilitas di kantornya tidak memadai. Kembali kepada revisi undang-undang ini, menurut saya diperlukan salah satunya untuk pembuatan fasilitas keamanan untuk menunjang fungsi imigrasi,” papar Ardi.
Kemudian disambut dengan masukan dari Agus Pambagio agar petugas imigrasi diberikan pelatihan khusus dan diizinkan membawa senjata api.
Hal ini dilakukan karena risiko pekerjaan yang tinggi, terutama saat menjalankan fungsi pengawasan serta penindakan terhadap pelanggar keimigrasian.
“Kita lihat contoh instansi lain. Ketika tugasnya ada potensi bahaya, petugasnya dibekali pelatihan khusus, dipersenjatai. Seharusnya imigrasi juga bisa mendapatkan perizinan dan pelatihan yang sama. Dengan begitu kita bisa mencegah tragedi serupa terulang kembali,” papar Agus.