Untungnya sejak kecil, putra pasangan Sastrodiharjo dan Santinah ini telah terbiasa bekerja keras membantu keluarganya berjualan berbagai jenis makanan.
BACA JUGA:Pendiri SEVIMA Bagikan 3 Tips Memulai Usaha di Era Digital
BACA JUGA:5 Parfum Pria dengan Aroma Lembut yang Menyegarkan dan Tahan Lama, Ideal untuk Aktivitas Outdoor
Sebelum sekolah kenang Sukir, dirinya harus bangun untuk salat subuh dan merapikan kantin.
Sempat pula dia berjualan makanan di bawah pohon, di rumah sakit.
“Saya ikut mengerjakan apa saja, tidak pilih-pilih," tegasnya.
Ketika keluarganya mengikuti program transmigrasi ke Jambi, Pulau Sumatera, Sukir, yang masih kecil, memilih menetap di Sukoharjo bersama kerabatnya.
BACA JUGA:Maarten Paes Sudah Gabung Latihan Timnas Indonesia Jelang Lawan Arab Saudi
Singkatnya, ketika orang tuanya jatuh sakit, ia memutuskan untuk bergabung dengan mereka di Jambi.
Perjalanan panjang dan melelahkan itu dilalui dengan 3 hari perjalanan naik bus seorang diri dan membawa 1 dus penuh buku, satu-satunya harta berharga yang ia miliki.
Di Jambi, Sukir tetap gigih belajar meski harus bekerja di ladang dan toko kelontong, hingga akhirnya berhasil melanjutkan sekolah SD dan SMP yang berjarak puluhan kilometer dari rumah keluarganya di daerah transmigrasi.
Mulai Berdagang Dawet Ketika Sekolah di SMA PGRI Batu
BACA JUGA:Wah! Jenderal Bintang 2 Ini Jemput Kedatangan Kalemdiklat Polri di Palembang
Ketika memasuki SMA, Sukir merantau ke Batu, Malang dan bekerja menjual dawet untuk membiayai sekolahnya.