Motif ini mengangkat kearifan lokal terutama motif pahatan yang ada di ghumah baghi.
Antara lain motif pucuk rebung, bunga kunyit, ijat lubai, mate punai, mate langgai, bintang bekurung, bintang betabur dan ulat panggang.
Mala menyambut kedatangan penulis Mario dengan ramah dan suka cita serta bercerita sejak awal dia ikut pelatihan menenun hingga sekarang sudah menjadi seorang penenun.
“Aku senang nian bisa menenun perlung ini, apalagi kalau ada yang mau belajar pasti aku senang ngajarin,” tutur Mala dengan senyum cerianya.
Kain tenun yang berkembang di Kabupaten Lahat sejak masa Hindia Belanda disebut dengan kain perelung atau perlung.
Saat ini kain perlung yang lama sudah tidak ditemukan lagi di Lahat karena sejak masa kolonial kain ini sudah menjadi primadona dan barang koleksi orang-orang Belanda.
“Puncaknya dicari oleh para kolektor orang Indonesia yang datang ke desa-desa di Kabupaten Lahat,” beber Mala sambil tangannya tetap melakukan aktifitas menenun.
Pada awalnya kain perlung ini hanya dimiliki dan dipakai oleh kalangan tertentu saja karena pembuatannya yang sulit dan rumit juga harganya yang mahal.
Selain itu pemakaiannya juga pada waktu tertentu saja.