BACA JUGA:5 Masjid Bersejarah di Palembang yang Wajib Kamu Kunjungi, Sejarah dan Arsitekturnya Unik!
Dalam membaca berbagai literatur mengenai G30S perlu dilakukan pendekatan dekonstruktif.
Hal ini dikarenakan literatur tersebut dapat menyembunyikan kekurangan, kelemahan, dan kebohongan penulis serta mengandung sejumlah ketidak konsistenan konsep yang diciptakan oleh penulis.
Persoalan mengenai PKI selalu dituding sebagai satu-satunya dalang atas peristiwa ini salah satunya akibat kekacauan historiografis dalam merekonstruksi dan memaknai masa lalu Indonesia.
Meskipun sebelumnya telah ada klarifikasi di bawah tekanan orde baru.
BACA JUGA:5 Masjid Paling Bersejarah di Palembang, Akulturasi 2 Budaya dengan Arsitektur yang Khas
Menurut Bambang Purwanto, salah satu penyebabnya adalah politik historiografi.
Penulisan sejarah yang berhasil menempatkan peristiwa itu sebagai “musuh” dan sekaligus “sumber kekuatan” untuk menghancurkan dan sekaligus melegitimasi kekuasaan masing-masing.
Pada tradisi historiografis yang lama, hanya menempatkan PKI sebagai kelompok yang harus bertanggung jawab.
Dalam realitas sejarah, peristiwa G30S tidak berdiri sendiri melainkan harus dilihat dalam dimensi yang beragam.
BACA JUGA:6 Rekomendasi Wisata di Lubuklinggau, Mulai dari Panorama Alam Hingga Sejarah Militer
Setelah runtuhnya orde baru, konstruksi historis yang menyalahkan PKI mulai dipertanyakan dan dikaji kembali.
Mengapa hingga saat ini sebutan G30S/ PKI masih bertahan?
Salah satunya dikarenakan masyarakat minim literasi maupun research.