Melihat atau mendengar seseorang menguap tampak seperti merangsang wilayah otak yang terlibat dalam imitasi dan empati, khususnya berkat neuron cermin.
Neuron-neuron ini diaktifkan dengan mengamati tindakan—misalnya ketika seorang anak mengikuti gerakan orang tuanya untuk mengikatkan tali sepatu.
Saat itu, area otak tertentu yang secara khusus terlibat dalam menguap yang menular merupakan bagian dari jaringan saraf yang terkait dengan empati dan interaksi sosial.
Empati bisa jadi memainkan peran kunci untuk kasus menguap yang menular.
Individu yang punya gangguan sosial, seperti autisme atau skizofrenia, tampaknya kurang reseptif untuk meniru menguap dari orang lain.
Dalam penelitian bahkan ditunjukkan bahwa faktor eksternal seperti pernapasan dan suhu tubuh masing-masing dapat mengurangi dan meningkatkan penularan menguap.
BACA JUGA:Salting Brutal! Inilah 5 Rekomendasi Drakor Romance yang Bikin Auto Susah Tidur, Wajib Nonton
Inilah yang memperkuat gagasan bahwa persepsi penularan mungkin dibesar-besarkan, sebagian karena penelitian sering kali melibatkan pengamatan individu dalam kelompok.
Sehingga, ketika diri menguap saat rekan kerja menguap setelah makan siang, mungkin saja bukan masalah "menguapnya". Tetapi, bisa jadi itu hanyalah konteks bersama yang memicu reaksi menular.