Pada saat yang sama puncak dari kemarahan dan penggunaan tagar ini ada pada kejadian DPR yang dinilai melakukan tindakan inkonstitusional dengan mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait ambang batas pencalonan kepala daerah.
Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dalam revisi UU Pilkada dinilai merancang langkah yang menentang dua putusan MK sebelumnya.
Pertama, Baleg ingin mengembalikan ambang batas pencalonan kepala daerah menjadi 20 persen kursi DPRD atau 25 persen perolehan suara sah dalam pemilu legislatif sebelumnya, meskipun MK telah secara tegas memutuskan bahwa ketentuan tersebut bertentangan dengan UUD 1945.
Kedua, mereka ingin mengembalikan batas usia minimal calon kepala daerah dihitung sejak pelantikan, padahal MK sebelumnya telah menegaskan bahwa perhitungan usia harus dilakukan pada saat penetapan pasangan calon oleh KPU.
Ketidakadilan sosial yang selama ini sudah mengakar semakin mencolok.
BACA JUGA:Exsaid dan Bokem Kata yang Lagi Ramai di Media Sosial, Apa Sih Artinya?
Ketika krisis terjadi, masyarakat kelas bawah yang paling merasakan dampaknya, sementara sebagian elite tampak mampu bertahan dan bahkan diuntungkan dalam situasi ini.
Ketimpangan yang begitu nyata ini menimbulkan rasa frustrasi, marah, dan kecewa.
Banyak yang merasa bahwa kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah tidak memihak kepada mereka yang paling rentan.
Di sinilah tagar #IndonesiaDarurat mengambil peran sebagai alat ekspresi kolektif untuk menyuarakan kekecewaan ini kasus.
BACA JUGA:Presiden Sebut Media Arus Utama Semakin Terdesak oleh Media Sosial
BACA JUGA:Viral Peringatan Darurat Garuda Biru Banjiri Media Sosial, Maksudnya Apa?
Selain masalah ekonomi, tagar ini juga menggugah isu-isu lingkungan yang menjadi perhatian penting bagi banyak pihak.