Metode ini dipakai oleh 35 negara di dunia untuk memprediksi cuaca secara resmi.
BACA JUGA:Intip Antusias Anggota Kampus Jurnalistik Belajar Teknik Menulis Berita Ramah Google
Hasil pengujian menunjukkan bahwa GenCast menghasilkan prakiraan cuaca yang lebih akurat dibanding ENS untuk cuaca sehari-hari dan kondisi ektrem 15 hari ke depan.
Model AI ini juga unggul dalam memprediksi jalur badai dan siklon tropis lainnya, termasuk soal di mana badai mendarat.
"Unggulnya GenCast dari ENS menandai kemajuan AI untuk prediksi cuaca. Setidaknya dalam jangka pendek, model-model ini akan melengkapi pendekatan (prediksi cuaca) tradisional yang sudah ada," kata Ilan Price, peneliti di Google DeepMind.
DeepMind sendiri melatih GenCast dengan data historis cuaca global yang berevolusi selama 40 tahun antara tahun 1979-2018.
Datanya termasuk kecepatan angin, suhu, tekanan, kelembapan, dan berbagai variabel cuaca lainnya di berbagai tingkatan.
DeepMind juga melibatkan data prakiraan berbasis fisika untuk mengisi celah data historis tadi dalam melatih GenCast.
Model AI ini dilatih menggunakan Google Cloud TPU v5, yaitu akselerator AI yang dirancang khusus untuk pelatihan dan inferensi model AI, dilansir dari blog Google Cloud.
Dengan begitu, GenCast bisa memberikan 50 lebih prediksi cuaca dengan probabilitas yang berbeda, salah satunya untuk prediksi 15 hari ke depan.
Proses analisis untuk prakiraan tersebut hanya berlangsung dalam delapan menit.
Beberapa prediksi cuaca juga bisa dilakukan secara bersamaan atau paralel.
Praktik yang sama bila memakai cara tradisional, membutuhkan waktu berjam-jam pada komputer dengan sistem komputasi mutakhir.
Kendati demikian, GenCast diharapkan menjadi pelengkap metode prakiraan tradisional, bukan sebagai pengganti.
Adapun Google menghadirkan GenCast sebagai model AI terbuka.
Ke depannya, raksasa teknologi ini berencana bekerja sama dengan lembaga terkait prakiraan cuaca dan ilmuwan demi membuat prakiraan cuaca yang lebih baik lagi.