Pendataan tersebut dilanjutkan dengan mengajukan pengadaannya ke Kementerian Kesehatan RI.
BACA JUGA:Menyelamatkan Udara Bersama: Analisis Terhadap Kebijakan Larangan Merokok di Bus
BACA JUGA:Implementasi Kebijakan Pemerintah Terhadap Pekerja Anak di Kota Padang
Sedangkan untuk penanganan kemiskinan ekstrem, juga bisa mengalokasikan APBD, Dana Desa, dan BLT karya.
Selain itu, ada juga program bansos yang diberikan kepada rakyat miskin diantaranya dalam bentuk kartu Indonesia pintar (KIP), kartu Indonesia sehat (KIS), dan juga program keluarga harapan (PKH).
Penanganan kemiskinan dan stunting sudah banyak dilakukan oleh Pemerintah Pusat, namun mengapa permsalahan kemiskinan dan kasus stunting masih terjadi di seluruh daerah di Indonesia? Sejumlah kebijakan ini pun, telah menimbulkan sikap pro dan kontra di tengah masyarakat.
Menurut Dr. Netty Herawati, M.Si, Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Tanjungpura Pontianak, menyebutkan program jaminan kesejahteraan untuk Rakyat dari Pemerintah RI misalnya Program Keluarga Harapan (PKH), KIP (Kartu Indonesia Pintar) dan Kartu Indonesia Sehat (KIS) masih memiliki sejumlah kelemahan.
BACA JUGA:Lulusan SMA Bisa Daftar TNI Polisi, Ini Syarat dan Cara Daftar Rekrutmen
Menurut dia, belum ada data base kependudukan yang valid, sehingga berdampak dan beresiko program ini tidak tepat sasaran, sehingga munculnya risiko manipulasi data dari pelaksana di lapangan, karena tidak ada data base kependudukan yang valid, akurat, dan obyektif.
Dia menyebutkan program ini berisiko tidak mendidik masyarakat untuk bekerja cerdas, kreatif, dan mandiri; partisipasi masyarakat lebih bersifat mobilisasi dan mindset masyarakat yang terbentuk ialah mental tidak kreatif atau hanya kreatif manipulasi, serta tidak mandiri. Konsekuensi logisnya adalah masalah kemiskinan akan terus terjadi, jika penanganannya tidak dilakukan secara baik dan benar.
Kebijakan penanganan masalah kemiskinan dan stunting masih terdapatnya banyak kecurangan, mulai dari kasus korupsi hingga pada pengebirian hak-hak rakyat di lapangan serta kinerja aparatur kita yang tidak profesional.
Penguasa kita pun ingin mendapatkan keuntungan dari kebijakan ini, seperti penyediaan anggaran untuk rakyat miskin dipotong dari tahap ke tahap, sehingga dana yang diterima oleh rakyat tidak sesuai.
BACA JUGA:Kebijakan Pemerintah terkait Transformasi Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Baru tahun 2024
BACA JUGA:Kontroversi Dibalik Kebijakan Jam Buka Lapak di Pasar Raya Padang
Selain penguasa, masyarakat juga belum memiliki kesadaran untuk menolak jika mereka yang kaya masuk dalam daftar penerima manfaat, misalnya KIP (kartu Indonesia pintar) yang seharusnya digunakan untuk masyarakat golongan rendah atau masyarakat miskin, tetapi juga diterima oleh mereka yang memiliki ekonomi menengah ke atas.