PALEMBANG - Meskipun kita tahu dan sangat memahami siapa pelukis panorama senja itu, namun keindahan yang tercipta di kornea mata kita, akan membangkitkan beribu pertanyaan yang tak perlu ada jawaban.
Seperti dikemukakan penyair muda Amerika Amanda Gorman, antara keindahan alam (terutama di senja hari) dan estetika dalam isi puisi, kerap kali menggoda perasaan manusia untuk terus mencari dan menggali nilai-nilai keindahan tersebut.
Padahal, sebagai sumber keindahan yang diciptakan Sang Mahaindah, akan menjadi landasan kuat bagi frasa keindahan sejati di dalam tulisan seorang penyair (puisi), seperti Merawati May ini.
Dari berbagai perasaan yang muncul ke permukaan, ternyata mampu dimanfaatkan penyair untuk menyisipkan isi puisi dengan nilai-nilai terindah bagi satu karya.
BACA JUGA:Gelar Innovation Day Surabaya, Schneider Electric Tampilkan Beragam Solusi Digital dan Otomasi
Apa yang diungkap penyair Amanda Gorman tersebut, sangat kuat untuk membongkar aspek keindahan puisi Merawati May yang terhimpun dalam antologi puisi Aku Milik Siapa?
Kumpulan puisi yang menghimpun sekitar seratus puisi itu mampu membawa pikiran pembaca ke berbagai aspek puitik yang kaya dengan berbagai bahasa tanda-tanda (metapora).
Sebab segala masalah yang diangkat lewat ide-ide cerdas dan mampu "membawa" pikiran pembaca ke inti masalah di dalamnya.
Metapora semacam inilah yang dapat menghentak kekaguman pembaca atas beragam nilai kehidupan yang dikelindani penyair ke dalam hasrat dan daya tangkap pokok pikiran pembaca.
BACA JUGA:Kaji Marga Melaju Lintasan Zaman dalam Seminar, Ini Alasan Pengelola Museum Negeri Sumsel
Karena itu buku antologi puisi Aku Milik Siapa? yang ditulis Merawati May ini, diterbitkan Kosa Kata Kita Jakarta 2023, tak hanya dihadirkan sebagai kelengkapan bacaan bagi penggemar karya sastra sembari menyeruput segelas kopi, tapi kebih dari itu bisa dijadikan resensi untuk memahami nilai-nilai estetika sastra.
Dari ungkapan pertanyaan, Aku Milik Siapa? menyajikan beragam imajinasi tentang cinta, alam, dan nilai kehidupan bagi kesejatian rasa dan perasaan kemanusiaan kita. Karena itu penyair tak mampu memahami posisi dirinya sehingga titel bukunya ditulis dengan pertanyaan yang membuat pembaca bertanya, kok ia bertanya begitu?
Pada halaman I, puisi Tabutmu Tabutku lebih banyak melengkapi persepsi pembaca terkait nilai tradisi (seni budaya) Bengkulu yang sangat dikenal oleh masyarakat internasional.
Pertanyaannya, apa kelebihan dan keistimewaan tabut dalam kolerasi estetika kebudadayaan rakyat Bengkulu, yang setiap tahun digelar di kawasan setempat?