Untuk memahami tabut sebagai tradisi agama, selain kita perlu melihat secara langsung ke kawasan setempat, atau kita juga perlu membaca alur kisah perjalanan tabut secara tertulis.
Dalam bait pertama puisi itu dijelaskan, ..lelaki berikat kepala dan bercat darah, menepi ke sudut perempuan berhati tabah// begitu bertutur dalam gerak liuk jemari nan lincah di hari-hari sakral menarikan kekasih// penuh riwayat dalam lirih
Pemuka acara sakral yang mengenakan ikat kepala dengan wajah bercat merah darah itu, memimpin acara tabut dengan daya ungkap mistis.
Secara estetik, jiwanya lebur ke dalam fenomena mistis yang sulit didalami.
BACA JUGA:Benarkah? Besemah Lebih dulu Ada Sebelum Nusantara
Bahkan di dalam acara itu, ia pun menepi mendekati seorang wanita yang begitu tabah (perempuan berhati tabah).
Pendekatan mistis semacam ini mengilustrasikan kisahan tentang kedalaman cerita (isi) tabut, yang menjelaskan terkait kematian cucu Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam --Hussein bin Ali bin Abi Thalib.
Secara konotatif, penyair telah memberikan penjelasan mendalam tentang tradisi religi yang kaya dengan nilai mistis dan olah kebiasaan tahunan.
Sebagai penyair, Merawati May tak pernah surut menangkap obyek menarik tatkala ia mengalami beragam persoalan di luar dirinya.
Karena itu antologi Aku Milik Siapa? ini seperti jalan panjang untuk mencari jawaban meski tak perlu berkomentar terkait jawaban yang dibutuhkan secara menyeluruh dari 100 puisi yang ada.
Ada puisi menarik lain di halaman 3 yang berjudul " Diksi Pagi di Malioboro".
Apa menariknya puisi ini?
Dalam ruang persepsi yang begitu luas, dari bait awal sudah dijelaskan penyair tentang kisah satu pergaulan antarsahabat.
Empat lelaki dan aku (lirik) menjelaskan tentang keakraban dalam pergaulan mereka di kawasan Malioboro Jogyakarta.
BACA JUGA:Apresiasi Prestasi Puteri Anak Pariwisata Sumsel, Ini Harapan Sultan Palembang Darussalam